Menanti Pelangi…




Allahu Robbiy,tak dapat kulerai air mata yang meluncur bebas basahi pipiku… sakit ini begitu dahsyat…berulang dan berulang…rukuk Nahla, itu pesan Ustadzah Mashitah. Ibu baik hati yang telah melahirkan lima orang jundi itu memang kerap kali berbagi tips kelahiran padaku. Ia berpesan, begitu rasa nyeri yang belakangan kuketahui sebagai kontraksi itu menyerang, maka rukuk akan mempercepat proses pembukaan jalan lahir sehingga rasa sakit tidak perlu diderita begitu lama oleh ibu hamil menjelang persalinannya. Namun apa daya, untuk berdiripun sungguh aku tak sanggup…
Pukul 02.15 dini hari… jarum jam itu seakan berjalan ditempat meningkahi rintik hujan yang tak jua kunjung berakhir… kucoba menarik nafas dalam-dalam, mempraktikan beberapa kiat yang kudapat dari kelas senam hamil dua bulan terakhir ini… Alhamdulillah, agak sedikit membantu namun tentu saja dera ini akan kembali datang beberapa saat lagi… dan eggghhh…hhh, kembali kukepal erat kedua telapak tanganku…Robbiy…gigi ini telah beradu dan tulang belulang pun turut kaku… hanya namaNya yang sanggup kulafaz perlahan, begitu pelan… Apa dikarenakan janin di dalam tubuh ini kembar, sehingga rasa sakitnya sungguh luar biasa… wallahu’alam bishowab…
Sesaat kulirik sesosok tubuh yang meringkuk melawan dingin malam dengan sehelai selimut tipis pemberian ibu saat pernikahan kami setahun yang lalu… dia baru saja terlelap , beberapa saat sebelum dera ini menerjang… mungkinkah waktunya telah tiba… haruskah kubangunkan dia yang begitu tak berdaya dalam kelelahan yang membelenggu raganya … Robbiy, kumohon kekuatan padaMu… kumohon berikan aku kesabaran…
Jarum jam bergerak dengan malasnya dan tak sedetik pun mata ini sanggup terpejam… rasa sakit ini telah melemahkan kakiku tuk beranjak menuju mihrab..hingga aku hanya sanggup terduduk lemas, seraya memeluk bantal yang telah kuyup oleh bening air mata yang tumpah basahi nya. Lelaki itu bergerak perlahan…kelopak matanya terangkat…
“ Astaghfirullah, Bunda… Bunda kenapa…?!?! “, lelaki itu langsung mendekat dan merangkul bahuku yang telah condong ke depan bertopang tangan yang mencengkeram kuat tepian ranjang….
“ Kita ke klinik sekarang…”, tegasnya, seraya cepat meraih ransel yang telah kupersiapkan isinya sejak sebulan yang lalu… namun sesaat setelah kulafaz basmallah sebelum hendak beranjak dalam rangkulannya,gelap… lemas…aku…
Hanya tersisa sayup suaranya meneriakkan namaku dengan nada panic yang ditahan sepenuh jiwa… bertahan Bunda… kuatkan Nahla… Nahla…lenyap semua… entah untuk berapa lama…
***
Putih, itu yang kudapati pertama kali kala membuka mata…
“ Nahla, oh Nak syukurlah… Faiz, istrimu siuman… “, suara ibu… Faiz segera datang mendekatiku.. “ maafkan Ayah terlambat membawa Bunda kesini… harusnya sore kemarin saat…”, aku meletakkan jariku dibibirnya… kugelengkan kepala perlahan seraya menghadiahinya senyum…
“ Ayah, Bunda udah enakan kok… “, tuturku jujur saat dua orang wanita berseragam putih masuk menghampiriku…aku kenal salah satunya, bu Anita Hanisa ,dokter spesialis obestetri ginekologiku.
“ Ibu, kami sudah cek, ternyata ibu baru pembukaan 2 sedangkan tekanan darah Ibu cenderung meningkat… kami khawatir gejala pre eklampsia ibu berkembang menjadi eklampsia, ibu tahu akibatnya bagi janin ibukan…”, serunya perlahan…
Aku tertegun sejenak… Robb, kau tahu betapa aku ingin melahirkan buah hati ini secara normal… bukankah aku layak…
“ kita akan melihat perkembangannya dalam beberapa jam berikut…sementara itu ibu terpaksa kami induksi…”, aku hanya sanggup tersenyum teringat akan kata-katanya beberapa pekan lalu… ‘ nahla jangan khawatir, jika empat syarat ini terpenuhi, maka ga ada cerita operasi. 1. Panggul baik, 2. Kepala janin masuk panggul, 3. Janin bisa kontraksi dan 4. Ibu bisa mengejan…insya Allah, Nahla harus optimis yah…’
“ Nahla, jangan khawatir dik… berdoalah semoga induksi ini dapat membantu…”, lembut suara dr. Anita menegarkanku… aku tersenyum, Sembilan bulan terakhir ini kurasakan uluran persahabatan yang manis dari dokter muda yang saat ini tengah memasangkan jarum infus di nadi kiriku. Tak seperti cerita teman-temanku tentang dokter kandungan pada umumnya, dr. Anita selalu meyakinkanku dapat melahirkan secara normal… entahlah, mungkin karena ia seorang wanita… ia tahu, betapa indah momen penuh pengalaman spiritual kala melahirkan yang penuh perjuangan hidup dan mati…
Lima belas menit sudah Ringer Laktat berpadu syntosinon telah mengalir dalam tubuhku…kontraksi pun kian sering seiring air langit yang tak kunjung usai tumpah basahi bumi dengan beningnya… Robbiy, tetaplah disisiku selalu… jangan tinggalkan aku… meski tak dapat kupungkiri, betapa penantian ini begitu melelahkan… namun aku tak boleh mengeluh, bukankah yang kunanti ini begitu indah… begitu kutunggu-tunggu…
Ibu meringkuk di sudut ruang observasi tempat aku menarik nafas berulang kali untuk meredam rasa sakit yang berkali – kali datang atas nama kontraksi. Faiz menatapku lembut, aku tahu lelahnya belum terbayar…kini berbagai perasaan kuyakin tengah menyergapnya…namun wajah itu… begitu rapi menyembunyikan segalanya… teduh tatap itu begitu sejuk menentramkan…
“ Bunda jangan khawatir, jangan fikirkan soal biaya atau apalah… konsentrasi saja pada persalinan oke…”, Hhh, dia tahu… aku tak ingin sectio karena nominal di buku tabungan kami hanya tertera 2juta, ada lebih sedikit, entah beberapa ribu dari bagi hasil yang diberikan Bank Syariah tempat kami menabung selama ini…
“ Bunda pasti bisa, Yah…Insya Allah…”, jawabku mantap… lelaki itu pun meraih mushafnya dan dengan lembut bertanya “ Bunda request surah apa…? “, ah Ayah… seraya mendengar tilawahnya tanpa sengaja aku teringat beberapa kejadian yang baru saja kuhadapi di kantor… beberapa produk yang sebetulnya adalah gagasanku, tapi diakui sebagai buah pemikiran Jono,atasanku tanpa sama sekali menyebutkan bahwa ada investasi pemikiranku di sana pada Pak Bastian, direktur utama perusahaan kami… bahkan dalam proyek penggarapannya, aku sama sekali tidak diikut sertakan… Apa mungkin kekesalanku pada situasi ini yang memicu naiknya tekanan darahku yang menjadi awal indikasi pre eklampsia ini. Kalau Faiz tahu aku memikirkan ini, dia pasti marah… dia sebetulnya tak suka aku bekerja, namun karena perekonomian kami belum baik, tak ada pilihan… dia merelakanku untuk tetap menggeluti pekejaanku pada sebuah production house lokal milik seorang teman almarhum Ayah yang mengajakku bergabung di perusahaannya . Sebetulnya aku sangat menyukai pekerjaan ini , selaras dengan hobi dan disiplin ilmuku di jurusan komunikasi, tapi iklim bekerja yang menyesakkan tak jarang membuatku uring-uringan sendiri. Faiz sendiri saat ini masih tercatat sebagai guru honor di SMA swasta dekat rumah kami, nyambi jari guru TPA di masjid komplek. Tapi selain itu tak jarang tulisan Faiz dimuat di media lokal maupun nasional yang hasilnya lumayan menutupi kebutuhan harian rumah tangga kami.
32 jam berlalu sejak rintihan pertamaku di tengah malam lalu.. pembukaan yang berjalan lamban tak urung merisaukan hatiku… ini pagi kedua aku terbaring diranjang rumah sakit bersalin tua ini. Jauh-jauh hari sebelum datang detik-detik menanti persalinan ini kami sebenarnya sudah merencanakan akan melahirkan di klinik saja, bahkan kalau bisa mauku cukup di rumah saja seperti ibuku dulu melahirkanku. Tapi karena ini kelahiran perdana dan aku mengidap pre eklampsia memasuki bulan kesembilan kehamilan, rasanya riskan juga.
Meski di rumah sakit, aku tetap bertekad melahirkan dengan bantuan bidan saja, atau kalau dokter ya dr. Anita, satu – satunya dokter kandungan wanita di kotaku. Dari awal , Faiz yang sangat protektif sudah wanti-wanti, jangan sampai aku dirawat oleh seorang laki-laki, dalam hal yang satu ini Faiz protect sekali…Suatu hari ada seorang teman lebih memilih dokter laki-laki dengan alasan lebih kuat, aku dan Faiz sampai sekarang belum mengerti, apa yang dimaksud dengan ‘lebih kuat’ itu ?, Insya Allah, kalaupun aku ditakdirkan menjalani sectio, aku yakin dr. Anita adalah yang terbaik yang Allah pilihkan untukku…
“ Permisi pak, kami mau memeriksa pembukaan jalan lahir Ibu Nahla…”, seorang bidan berusia paruh baya mendatangi ranjangku…
“ Ibu terlihat lebih tenang, apa sakitnya berkurang,Bu ? “, Tanya wanita berumur yang kutaksir berusia lebih dari 50 tahun itu.
“ Hm, tidak juga, tapi karena saya sudah terlalu lelah jadi yah…beginilah Bu… ”, jawabku sekenanya…
“ Oh, syukurlah…saya kira sakitnya berkurang… Bu Nahla,dalam proses persalinan, rasa sakit itulah yang dicari…semakin sakit berarti semakin dekat waktunya…”, papar bu Bidan yang pada nametag di jilbab putih bermotif polkadotnya kudapati nama Ira Humairah. Aku mangut – mangut… Subhanalloh… tak heran melahirkan disetarakan dengan jihad, dan kematiannya bernilai syahid… karena keduanya sama–sama menghadang maut…’ rasa sakit yang dicari’, begitukah… unbelievable, bukankah di saat bersamaan tak sedikit sosok ibu yang menghindari rasa sakit itu kala harus melahirkan… padahal di balik rasa sakit itu ada kemuliaan… ada selaksa cinta yang ditumbuhkan dan dikembangkan secara simultan… tapi kalo ada ibu yang rasa sakitnya ga datang-datang…? Mungkin memang belum waktunya melahirkan… sabar saja, bukankah memang biasanya prediksi kelahiran itu bisa maju dan juga bisa mundur, tapi jika sang ibu terlanjur panik dengan berbagai diagnosa, ya ga salah juga jika dokternya kemudian menyarankan untuk dioperasi saja, lhah anaknya toh juga sebenarnya sudah siap untuk dilahirkan sejak usia kandungan memasuki tujuh bulan…
“ Sabar ya Bu…saya cek dulu pembukaannya…”, Bidan Ira segera mengenakan sarung tangan plastik untuk mengukur lebar pembukaan dengan jari-jarinya…
“ sudah pembukaan berapa, Bu…”, kejarku saat ia menarik keluar jari jemarinya…
“ baru pembukaan empat bu…padahal sudah hampir 2 hari…”, jawabnya..
Tiba-tiba…” ups, kain ibu ketumpahan cairan ketuban… ketuban ibu sudah pecah… sudah berapa lama kain ibu basah ?, saya harus segera laporkan pada dr. Anita…”
“ oh, baru saja kok Bu, sewaktu Ibu datang tadi saya memang merasakan sesuatu…”, jawabku tergopoh…
“ sebentar saya telpon dr. Anita dulu ya Bu…” Bidan Ira segera meninggalkan kamarku… aku dan Faiz saling berpandangan…Ibu menggenggam tanganku…
“ setahu ibu, kalo ketuban sudah pecah artinya sudah tidak lama lagi…tapi pembukaannya kok lama sekali ya…”, ibu tampak bingung… namun tak lama kebingungan ibu dijawab dengan kedatangan Bidan Ira kembali…
“ Bu, karena ketuban sudah pecah…demi keselamatan janin maka waktu yang tersisa tinggal 8 jam untuk melahirkan janin ibu… kemungkinan yang muncul ibu terpaksa menjalani proses operasi, untuk penjelasan lebih lanjut dr. Anita akan menyampaikannya kepada Ibu saat ia datang nanti…”, meski bibir kupaksa menyungging senyum, namun tak dapat kuhindari terbitnya nelangsa di hati…
“ Ayah coba cari pinjaman pada Pak Tri, kepsek Ayah ya Bunda…”, tawar Ayah.
“ Bunda coba telpon Bang Raihan di Kuching, Yah…siapa tahu bisa kasih pinjaman, kita fifty-fifty saja… “ tawarku…
“ Ini kalung 10 gram dan cincin hadiah dari Almarhum Bapakmu dulu untuk Ibu , coba nak Faiz jual ke pasar, lumayan untuk tambahan kan…”, tawar Ibu…
Aku tercenung, beginikah akhirnya… nafas panjang kuhela, melepas sesak yang menggumpal di rongga jiwa…
Dr. Anita sendiri tak dapat menutupi kesedihannya… “ …dengan menyesal, Nahla… tapi insya Allah ini keputusan terbaik saat ini…kamu puasa dulu ya, jam 2 siang ini operasinya…saya sudah minta suamimu mengurusi administrasinya di kantor depan…”, selanjutnya dr. Anita memintaku untuk menenangkan fikiran, khawatir keputusan ini memicu eklampsia yang dapat mendesak beliau mengambil tindakan operasi lebih dini…
Pukul 11.00 siang, di bawah rintik hujan dr. Anita mohon diri untuk kembali sebelum memasuki waktu operasi siang menjelang sore nanti. Ibu juga memilih untuk di antar pulang saja dulu oleh Faiz yang telah bersiap-siap akan sholat dzuhur di masjid.
Aku sendiri…ditemani rasa sakit yang terus menerus berselang jeda yang kurang dari dua menit. Istighfar Nahla… istighfar yang banyak… lapangkan dada Nahla, berbesar hatilah menghadapi berbagai realita yang ada… ruang ini lengang, menyisakan aku yang berjuang menahan rasa sakit seraya diam-diam menghisab diriku sendiri dalam hati… byur, seketika darah menyembur… aku menahan untuk tidak mengejan, karena mereka bilang pembukaanku belum mencapai sepuluh… tapi berulang kembali, aku tak sanggup menahan desakan dari dalam diriku yang menerjang menyemburkan darah segar…
“ To…tolong…”, rintihku… sekali.. dua kali… seorang bidan tua bertubuh mungil bergerak cekatan menghampiriku… tatapan teduhnya menenangkan jiwaku...
“ Bu, tolong dicek kembali… sungguh saya tidak bermaksud mengejan, tapi dari tadi dorongan itu begitu kuat, Bu…”, aduku padanya… dia tersenyum seraya menyiapkan peralatan standar untuk mengecek jalan lahir calon bayi-bayiku..
“ Subhanallah Bu, sudah pembukaan 10… rambut bayi Ibu sudah kelihatan…”, serunya… dadaku berdegub kencang, Robbiy, inikah saatnya…
“ Ibu siap…? “, tanyanya
“ Insya Allah…”, jawabku mantap dengan suara bergetar… ya Robb, beri aku kekuatan…
Sendiri dia menuntunku menjalani proses persalinan, yang Alhamdulillah lancar… bahkan tanpa rasa sakit… Subhanallah, setitik cairan bening meluncur basahi wajahku…satu persatu bayi kembarku terlahir…dua bayi perempuan yang begitu cantik, memecah keheningan dengan tangis mereka yang membahana penuhi ruang… tak putus tahmid terlafaz dari bibirku… Robb, segala puji hanya bagiMu… meski berbalut atmosphere syukur tak urung tubuhku lemas juga…selepas segala proses pengangkatan selesai dilakukan dan segelas air putih tuntas kuteguk, kucoba pejamkan mata ini perlahan…berbagai warna hiasi sudut hatiku, berjuta rasa wujudkan ekspresi syukur yang mendalam…meski masih menyisakan kekhawatiran akan biaya persalinan yang masih begitu kabur, mengingat banyaknya perlakuan dan tindakan yang diambil dalam rangka persiapan operasi section caesaria yang ternyata batal total dengan kelahiran dua putriku pada pukul 12.30 siang tadi… kun faa yakuun, tak ada yang sanggup mencegah jika Allah telah berkehendak…langit pun cerah seketika, butiran air yang diterpa sinar melukis jembatan pelangi di kaki langit …
Sepasang mata Faiz berkaca, ada lukisan syukur terpancar di sana… sejenak kami sama-sama terdiam, menikmati kebahagiaan ini dalam-dalam tanpa kata yang memang tak cukup mampu merangkai nama jutaan rasa yang membuncah di lubuk hati.
“ Bunda kapok ? “, Tanya ayah seraya pasang tampang menggoda…
Aku menggeleng cepat… “ nggak tuh… siap-siap aja taon depan…”, balasku balik menggoda… “ hah…! “, si Ayah kaget, matanya digedein… aku nyengir…
“ Becanda Ayah…tapi kalo dikasi lagi ya disyukuri saja…”, giliran si Ayah yang nyengir…

“ putri kita kembar lho, Bunda… semoga kita bisa selalu memberikan yang terbaik untuk mereka yah…dan diberi kekuatan untuk membesarkan keduanya dengan penuh tanggung jawab…“,mata Ayah menerawang… aku bisa mendengar gemuruh di dada itu…
Keesokan harinya usai bertemu dr. Anita yang mengucapkan selamat atas kelahiran dua putriku yang cantik, aku masih menanti Faiz menyelesaikan segala urusan administrasi dan bermacam biaya sebelum meninggalkan rumah sakit bersalin siang ini.
“ Berapa Yah… “, kejarku… wajah ibu tampak tegang seraya mendekap Pelangi lebih erat , aku sendiri tak sanggup menutupi rasa penasaranku… Faiz hanya nyengir seraya memperlihatkan kuitansi beserta rincian pembayaran pada kami… mataku menyapu bersih informasi nominal – nominal yang tertera pada sehelai kertas berwarna dasar biru itu…
“ Ayah kapok…? “, tanyaku hati-hati pada lelaki terkasih itu… Dengan cepat ia menggeleng…
“ Meski untuk aqiqahnya terpaksa dipending dulu sementara hutang – hutang kita selesai dilunasi…” tuturnya pelan… Ayah menarik nafas panjang…mata kami bertemu di satu titik… aku menunduk… dadaku berdegup saat jemariku dia raih…
“ Bunda catat ya…Berapa pun biaya yang harus Ayah kumpulkan untuk biaya persalinan Bunda dan membesarkan anak-anak kita, Ayah janji akan berusaha sekuat tenaga mengupayakannya…demi menjemput anugerah terindah dari Allah…investasi dunia akhirat kita … “, ujarnya mantap seraya mengambil alih adik Pelangi (yang belum kami beri nama) dari dalam pelukanku…Ah, Ayah… Aku tertunduk lagi, bibirku menyimpul senyum demi mendengar jawaban tegas yang meluncur dari lisannya…dua jempol kuangkat untuknya , sesaat mata ini pun kembali berkaca-kaca luapkan kesyukuran…” Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ? “ *


Footnote ;
1. QS. Ar Rahmaan : Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?
2. Sectio Caesaria : adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991)
3. Pre-eklampsia: merupakan penyakit hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan, yang ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuri masif setelah minggu ke 20 dan jika disertai kejang disebut eklampsia.
4. Eklampsia : merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu kondisi yang dimunculkan penyakit hipertensi yang terjadi oleh kehamilan, menyebabkan kejang dan koma, sebab eklampsia belum diketahui pasti, namun salah satu teori mengemukakan bahwa eklampsia disebabkan ischaemia rahim dan plasenta.
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2%-48,9%
5. Perempuan yang meninggal karena melahirkan termasuk syahid. Ini berdasarkan hadits yang diberitakan dari Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menjenguk Abdullah bin Rawahah yang tidak bisa beranjak dari pembaringannya, kemudian beliau bertanya :
"Tahukah kalian siapa syuhada dari ummatku? orang-orang yang ada menjawab:Muslim yang mati terbunuh" beliau bersabda:Kalau hanya itu para syuhada dari ummatku hanya sedikit. Muslim yang mati terbunuh adalah syahid, dan mati karena penyakit kolera adalah syahid, begitu pula perempuan yang mati karena bersalin adalah syahid (anaknya yang akan menariknya dengan tali pusarnya kesurga)"(HR. Ahmad, Darimi, dan ath-Thayalusi) menurut Imam Ahmad ada periwayatan seperti itu melalui jalur sanad lain dalam Musnad-nya.
Dari Jabir bin Atik secara marfu':
"Para syuhada ada 7: mati terbunuh dijalan Allah, karena penyakit kolera adalah syahid,mati tenggelam adalah syahid,karena busung lapar adalah syahid, karena penyakit perut keracunan adalah syahid,karena terbakar adalah syahid, dan yang mati karena tertimpa reruntuhan(bangunan atau tanah longsor) adalah syahid, serta wanita yang mati pada saat mengandung adalah syahid"(HR. Imam Malik, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad)


read more...

Eclipse


Judul Buku : Eclipse (Gerhana)
Penulis: Stephenie Meyer
Penerjemah: Monica Dwi Chresnayani
Penyunting: Rosi L. Simamora
Tebal: 688 hlm; 13,5 X 20 cm
Terbit: Cetakan 1, September 2008
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
DUA CINTA
Konon, pada suatu malam di bulan Juni 2003, Stephenie Meyer bermimpi. Dalam mimpinya, seorang gadis bercakap-cakap dengan seorang pemuda berkilauan di padang rumput penuh sinar matahari. Mereka saling jatuh cinta dan sang pemuda yang adalah seorang vampir mendambakan darah si gadis. Benar tidaknya mimpi ini, hanya Stephenie Meyer yang tahu! Konon lagi, begitu kuatnya mimpi itu hingga mendorong Stephenie Meyer, yang belum pernah menulis, memutuskan untuk menjadi pengarang. Maka lahirlah Twilight yang kemudian menjadi judul perdana Twilight Saga. Novel pertama itu sukses dan dibuntuti sekuelnya, New Moon dan Eclipse (terakhir Breaking Dawn). Kabarnya, 3 judul pertama seri ini telah terjual lebih dari 5,3 juta kopi di Amerika saja.
Eclipse (Gerhana) diterbitkan Agustus 2007 dan dalam waktu 24 jam setelah diluncurkan, telah terjual 150 ribu kopi. Kisah dalam novel yang masuk dalam daftar bestseller New York Times ini berawal pada saat-saat terakhir Bella dan Edward sebagai siswa SMA Forks. Mereka akan segera lulus dan menjadi mahasiswa. Tetapi, meski diterima di universitas ternama, mereka memilih University of Alaska Southeast. Alaska menjadi tujuan mereka, karena sesuai perjanjian Bella dengan Edward, tidak lama lagi Bella akan menjadi vampir. Negara bagian itu bisa menjadi lokasi yang tepat untuk ditinggali, jauh dari orangtua Bella dan udaranya cocok dengan tubuh vampir.
Pada saat yang sama serangkaian pembunuhan misterius terjadi di Seattle. Menurut Edward, pembunuhan-pembunuhan tersebut terjadi akibat perbuatan kaumnya. Ada indikasi eksistensi vampir yang baru lahir berkeliaran di Seattle. Seandainya terjadi di tempat lain yang jauh, peristiwa ini tidak akan menjadi persoalan bagi Edward dan keluarga Cullen. Tetapi Seattle tidak jauh dari Forks dan sudah bisa diperkirakan bencana sedang menuju Forks. Siapa lagi yang menjadi sasaran, kalau bukan Bella, si ‘danger magnet’.
Sebagai tindakan berjaga-jaga, Edward mendorong Bella mengunjungi ibunya di Florida. Ternyata, ketika mereka pergi, Victoria muncul di Forks. Ia datang untuk membalas dendam atas kematian James (pada buku pertama). Vampir berambut jingga ini nyaris tertangkap jika tidak terjadi konflik antarab vampir dan werewolf (manusia serigala) yang sama-sama menyerang Victoria.
Kekhawatiran Edward menggeliat ketika mencium kehadiran vampir yang tidak dikenal di dalam kamar Bella. Bella perlu dilindungi. Tetapi perlu tenaga lebih untuk mengatasi para vampir baru itu. Keluarga Cullen membutuhkan bantuan dan tidak ada vampire yang sudi membantu. Tidak ada jalan lain, mereka mesti bekerja sama dengan manusia serigala. Pada saat itu, Bella telah kembali menjalin pertemanan dengan Jacob Black (Jake), yang dengan terus terang, menyatakan cintanya.
Maka, tak pelak lagi, pertarungan Keluarga Cullen dan manusia serigala melawan para vampir baru terjadi juga. Bella telah meminta agar Edward tidak terlibat dalam pertarungan tersebut. Meski demikian, Bella tidak bisa mencegah usaha keras Victoria dan vampir ciptaannya menerobos lokasi persembunyian.
Pembaca dengan mudah akan mengetahui akhir novel ini tanpa berpikir lama-lama, nasib Bella dan kisah cintanya yang nyaris bercabang. Memang ada bagian yang tak terduga, tetapi tidak memiliki efek yang membuat novel ini semakin bersinar. Seperti dua novel sebelumnya, Eclipse ditulis dengan alur yang gemulai. Aroma cinta remajanya kental sekali, manis dan cenderung membosankan. Tidak ada hal baru dalam gaya penulisan.
Mungkin yang menarik diikuti adalah beberapa cerita yang ditambahkan Meyer untuk menebalkan novel. Kisah hidup Rosalie dan Jasper serta kisah pejuang roh leluhur Suku Quileute seakan-akan menjadi pengusir kebosanan pada cerita kecemburuan Edward dan Jacob.
Ada satu istilah yang diperkenalkan Meyer dalam novel ini, Imprint. Imprint adalah respons tanpa sadar atau di luar kemauan yang dialami werewolf ketika bertemu dengan belahan jiwanya. Sam dan Quil, teman-teman Jake telah mengalami hal itu, dan salah satunya meng-imprint seorang balita. Meskipun merasa mencintai Bella, dalam novel ini Jake belum mengalami peristiwa itu. Anda harus membaca Breaking Dawn untuk mengetahui siapa yang di-imprint Jake.
Untuk pembaca novel yang masih remaja, salah satu kelakuan Bella yang liar tentu saja tidak bisa dijadikan contoh berperilaku. Bella (masih 18 tahun) dan Edward sudah bersepakat jika Bella akan divampirkan setelah lulus SMA. Edward akan menggigitnya begitu mereka terikat pernikahan. Keputusan ini membuat Bella ‘*****’ . Ia mendesak Edward untuk bercinta dengannya, sebagai kenangan terakhirnya sebagai manusia yang tidak abadi. Untunglah, Edward tidak termakan rayuannya dan bersikeras hal itu hanya boleh terjadi setelah mereka menikah. Menurut saya, ini menjadi bagian yang tidak penting dan tidak perlu ada dalam novel.
Konon, gambar sampul edisi bahasa Inggris yang menampakkan pita merah sobek menggambarkan pilihan, ketika Bella terbelah antara cintanya kepada Edward, sang vampir, dan Jake, si werewolf. Terkesan hebat maknanya, namun potensial membingungkan. Jadi, saya lebih suka gambar sampul edisi Indonesia.
Apa pun ‘rasa’ buku ketiga Twilight Saga ini, saya yakin, para pemujanya tidak akan melewatkan novel pamungkas tetralogi ini, Breaking Dawn.

read more...

ingat kamu nak...

wajahnya seindah wajahmu nak...
begitu polos, tanpa dosa...
di wajahnya terukir senyum...
senyum abadi nak, karena setelah ini tak kan terdengar lagi isak tangis ketakutannya...
dia kan tersenyum selama-lamanya...

karena kini dia telah berada di tempat terbaik...
di sisi Allah, yang begitu menyayanginya...

menatapnya, mengingatkanku akan dirimu nak...
akankah kembalimu nanti menghadap_Nya kan seagung mereka yang saat ini diliputi debu dan noda darah...
jangan biarkan mereka mati sia-sia nak...
karena kita yang saat ini masih bisa bernafas dengan enteng abaikan amanah begitu saja...
karena kita selalu mengira, mati itu agenda terakhir yang 'kalau sempat' kan kita catat di dalam buku harian kita suatu hari nanti...dan itupun 'jika ingat'...

tataplah tubuh mungil itu anakku...
tak seberapa besar dibanding tubuhmu saat ini cinta...
yang sedang sibuk belajar miring dan tengkurap di ranjang empuk kita...
nak,jangan buang sedetikpun kesempatan tuk jadikan harimu menjadi penuh makna...
selama nyawa masih dikandung raga... jangan pernah mundur satu langkahpun ke belakang...
jangan pernah berhenti berproses untuk jadi yang terbaik di sisi Allah...

kita manusia... makhluk terbaik ciptaan Allah...
dengan segala keindahan dan kekuatan yang kita miliki...buktikan nak, kita layak jadi khalifah di muka bumi ini...

Tegakkan langkahmu menapak di jalan cahayaNya nak...
Lantangkan suaramu menggemakan keadilan hingga ke dasar samudera dan biru langit di angkasa raya...
hapus air mata itu lelakiku... cukuplah dihadapan Allah saja kau tumpahkan... cukuplah dalam kesendirian dia mengalir, menganak sungai bersihkan noda-noda gelap yang kusamkan bening hatimu cinta...

wajahnya seindah wajahmu nak...
semoga wajah - wajah indah kalian Allah ridhoi hiasi pemandangan syurga Ayah Bunda...
hiasi singgasana syurga para syahid syuhada...
tersenyumlah cinta... berjanjilah hidup matimu tak kan berlalu sia-sia...







read more...

Design by Blogger Templates