Lost Word...


LOST WORD…

Tujuh belas hari sudah aku kehilangan senandungku sendiri, yah… tujuh belas hari sejak malam terakhir aku rapat persiapan gebyar maulid di masjid . Keesokan harinya bertepatan saat acara digelar, aku benar-benar tak pernah lagi mendengar suara emasku berceloteh… yang ada hanya suara serak yang srak… srek…srak…srek…(dan buatku itu terdengar sangat memilukan)…
Lucunya aku ogah menangis, padahal biasanya kalo kesandung masalah sekecil apapun aku pasti langsung mewe’…yah, mungkin aku keburu sadar kalo dalam hal ini menangis sungguh ga ada guna… yang ada makin memperparah keadaan, karena tangisan berteman akrab dengan hidung yang tersumbat… cukuplah bergumpal-gumpal lendir pekat di tenggorokan membuat mendung hari-hariku, membelenggu pita suaraku…ga perlu ditambah something else yang hanya akan menghambat pernafasanku…
Ga perlu bohong untuk menyatakan betapa menderitanya aku dengan kondisi ini. Aku yang selalu dipenuhi dengan skedul mengisi kajian di sana-sini, pelatihan itu pelatihan ini… belum lagi dengan rutinitas siaran dan mengajar privat yang hampir setiap hari… Hhhah, aku benar-benar hanya mampu menarik nafas panjang-panjang dan menghelanya perlahan berulang kali… andai semua berlalu bersamaan helaan nafas tadi… benar-benar berita baik…kembali, Hhhhahhh….(helaan nafasku untuk yang kesekian kali…). Dengan deskripsi kondisiku saat ini praktis seluruh aktiviitasku nyaris 100 % terhenti… hanya mengisi mentoring kampus en privat yang masih kutekuni, selebihnya aku benar-benar mohon dimaklumi… Well, ga mungkin aku tega meninggalkan adik-adik mentoring begitu saja… sedang untuk menitipkan mereka rasanya masih begitu riskan di usia tarbiyah mereka yang masih sangat belia… demikian pula dengan mengajar privat, sedapat mungkin harus tetap kujalani, karena belakangan ini nominal-nominal di rekeningku begitu cepat menyusut pergi… aku ga bisa egois melepas job ini hanya karena suara indahku yang bersembunyi. Semua karena aku masih membutuhkan recehan demi recehan honorku untuk membiayai tugas akhir yang kuharap segera rampung dua atau tiga bulan lagi... Bunda jangan khawatir, selamanya kau akan jadi janda yang paling bahagia karena memiliki aku yang akan selalu membuat hari-harimu penuh warna dan hatimu bertabur bunga-bunga, percayalah…
Setiap kali menelpon Nia_tetangga sekaligus karibku, yang mengangkat selalu Kak Tya, Kakaknya yang juga seniorku di kampus. Bisa kutebak lukisan keheranan di raut wajahnya kala mendengar suaraku yang menggenaskan…
“…rasanya sudah lebih sepekan deh,Ca suara kamu aneh gini… Kakak khawatir ini bukan sekedar penyakit fisik… kamu stress ya…? ” tebaknya. Keningku berkerut…
“…masa sih Kak…? nggak ah …! ” elakku stil yakin…
“…coba list dulu masalah-masalah yang lagi dihadapi… barangkali memang ada yang menjadi pemicunya… ayo jujur sama diri sendiri… dari pada ga sembuh-sembuh...” kejarnya lagi… aku hanya dapat menghela nafas… Aku stress ? , Adyamecca stress ?…who knows, bisikku dalam hati…
“ …Mecca ga papa kok Kak… ya sudah, kalo Nia pulang tolong bilangin Mecca minta ditemani ke bookfair besok pagi… thanx ya, Kak… Assalamu’alaikum…”, antara ada dan tiada suara sekaratku merangkai kata-kata untuknya… Kak Tya sayang… bagaimana kalo ternyata dugaanmu benar… entahlah… benarkah musibah ini terjadi karena aku yang tidak jujur pada diriku sendiri…
Dulu… saat aku masih mentoring dengan Kak Tya, beliau pernah bilang… sakit itu bisa jadi sebuah alarm, pertanda kita sudah zhalim pada diri kita sendiri… sakit juga bisa jadi sebentuk kasih, karena Allah ingin menggugurkan dosa-dosa kita selama ini… sakit mengajari kita mensyukuri betapa indahnya masa-masa sehat yang kita lalui, dan sakit menolong kita melihat sabar dari dekat untuk tak sekedar dicicipi namun jua dinikmati… Kak Tya yang baik hati selalu punya segudang taujih…walau kini mentorku telah berganti, dia tak pernah kurelakan meninggalkan hati…
Hya… Apa yang dikatakan Kak Tya semua benar… melakukan rally-rally rapat mempersiapkan event besar boleh jadi sering kulakoni, namun rapat hingga malam hari … berhari-hari… memang baru kali ini… ditambah cuaca yang tak bersahabat sepanjang hari… mendukung sukses turunnya stamina tubuhku yang kian ringkih… wallahu’alam, mungkin diperparah dengan ketidakikhlasan hati dalam melaksanakan aktivitas mulia ini… Sungguh, aku senang remaja masjid kelurahan aktif dan kreatif, tapi jika harus rapat di masjid hingga larut malam… bercampur antara laki-laki dan perempuan pula… salah-salah malah jatuh fitnah… namun seorang Mecca yang baru bergabung ternyata tak cukup punya daya… tak bisa hanya mengandalkan retorika untuk mendapatkan pengakuan untuk mengendalikan arahan... Hya, mungkin karena sulit bagiku mengikhlaskan hati yang tertusuk duri menyaksikan kelemahan diri atas realita yang menari di depan mata… ntahlah, mungkin benar apa yang dikatakan Nia… gadis itu pernah berbisik ke telingaku dan mengatakan “ kalau kita tidak ikhlas melakukan sebuah pekerjaan maka hanya lelah yang kita dapatkan… hanya lelah…, “ lirih pernyataan itu pernah diungkapkan olehnya ketika kami berjalan pulang menembus malam selepas rapat konsolidasi di masjid kelurahan …. Yup, mungkin benar aku begitu kelelahan… lelah dengan segala kelemahan dan ketakberdayaan …
Mecca yang begitu bersinar di kampus… disegani kawan maupun lawan politiknya, ternyata tak ada apa-apanya ketika tercebur ke ranah dakwah sekitar rumah…sesaat aku hanya bisa tersenyum kecut…
Pfuifh, kalau mau jujur… sebetulnya memang ada lebih dari satu hal yang menyebabkan terusiknya ketentraman hatiku saat ini… sebanyak alpa dan khilafku dalam menyia-nyiakannya selama ini… Mecca sayang, ingatkah di awal masa hijrah dahulu… saat baru menapakkan kaki di kampus hijau tercinta, tempat seorang Mecca belajar mengenal diri dan Tuhannya, mengenal dien, idola dan surat cinta pertamanya… di sana pula untuk pertama kalinya hadir sosok istimewa bernama Andromeda , sosok yang telah menggetarkan sekaligus membekukan sudut hatinya…
Dia mungkin bukan sosok pribadi yang hangat… yang menghanyutkan layaknya tipe-tipe lelaki idaman seperti yang digambarkan cewek-cewek di kelas… dia juga terlalu misterius untuk dikagumi dan dipahami isi hatinya … dia terlalu dingin, terlalu kaku, terlalu serius melangkahkan kaki menyusuri jalan hidupnya… dia tidak menyenangkan versi gadis-gadis kampus kala itu…sesaat bibir ini menyungging senyum untuknya, tiba-tiba saja kembali utuh dalam ingatan serangkaian peristiwa antara aku dan Andromeda…
Andromeda, waktu telah membawa dia pergi melanjutkan perjalanan hidupnya… dia yang dulu selalu berhasil mencuri perhatian seorang Adyamecca dengan penyakit workholicnya… dengan keefektifan pemilihan kosakatanya… dengan keampuhan strategi organisasinya… dia yang… ah, tak kusangka begitu dalam perasaan terukir untuknya… hingga tak sanggup kulupakan sedetik pun hari-hari merah jambu yang telah kulewati bersamanya… berjam-jam bertengkar di telepon namun hanya sanggup bicara dalam diam kala bersama… selalu begitu bahkan setelah bertahun-tahun menjadi partner yang tangguh dalam berbagai tim kerja… segala ide dan manuver boleh jadi berhamburan kala diskusi digelar, namun ketika hanya ada Andromeda dan Adyamecca, dunia terasa berhenti berputar… yang ada hanya diam… berjam-jam dalam diam… dan betapa selalu kurindukan saat itu kembali…saat aku duduk dan berdiri dalam diam, sunyi tanpa suara menatap bahunya yang kokoh, ditemani suara tuts pada keyboard yang diketik dengan jari-jari panjangnya yang lincah… tetap diam kala duduk bersebelahan… seraya menatap taburan bintang di langit malam… diam dalam pesona kekaguman… diam yang menyimpan jutaan kata-kata…, diam yang menghimpun segala macam rasa…Itulah satu sessi dalam hidup saat aku begitu menikmati diamku… saat aku kehilangan kata-kataku… diam yang menjadi sebuah kenangan indah dan mewarnai hari-hariku…
Mecca ingatkah kau pernah mengatakan betapa inginnya kau kembali pada masa-masa sunyi itu… padahal kau jelas-jelas menyadari ada virus mematikan yang membunuh produktivitasmu kala kau lewati masa-masa itu… namun anehya bagaimana mungkin kau lebih memilih diammu itu,Mecca… bagaimana mungkin kau begitu merindukan bertemu lagi dengan masa itu… bukankah kini kau telah menjadi gadis yang begitu gemilang… terang-benderang bagai bintang… berjaya dengan suara indahmu, berdaya guna dengan kalimat-kalimat hikmah yang mengalir pada lisanmu… dan siapa sangka tujuh belas hari yang lalu Allah berkenan mengabulkan permintaan naifmu itu…
Setitik bening tiba-tiba saja telah meluncur basahi pipiku … pipi si malang Adyamecca… sehelai undangan bersampul ungu muda dengan sepasang kupu-kupu mungil yang dikirim via pos dua minggu yang lalu telah berhasil membumihanguskan sudut hatiku… sudut hati yang lama merana menanti kehadiran sang pangeran, Andromeda…
Lemas kurapatkan selimut pada tubuhku yang semakin menghangat… jari-jari ini masih bergetar seraya menggenggam erat kertas undangan yang tak mengerti apa dosanya…warna ini, warna kita Andromeda, liirihku berbisik pada angin yang menyapa lembut kaca-kaca kristal di mataku… benteng pertahanan itu rapuh sudah… segera runtuh bersama air mata yang kian deras tak terbendung membanjiri… izinkan aku menangis ya Rabb… izinkan kubersihkan hati ini dari berbagai virus penyebab penyakit hatiku… izinkan ya Allah… agar esok hari, kala kusebut asmamu kembali… kan kudapati suara indahku menggema menembus langit biru… mengudara bersama indahnya cinta yang memerdekakan… cinta nyata yang terdefenisikan oleh logika… cinta yang terbebas dari emosi semata… cinta karenaMu… cinta yang menjadikanku manusia penuh manfaat di muka bumi… karena manusia terbaik di sisiMu adalah yang paling bermanfaat bagi sesama… memberikan manfaat dengan fikirannya… dengan lisannya… dan dengan segala amalannya… bantu aku kembali padaMu, ya Allah… kembali menjadi Adyamecca yang memancarkan berjuta cahaya… (29 April 2006, 03.00 dini hari…)

read more...

Soulmate


SOULMATE…
By. Ayka Rifa’i

Ready Syailendra
Konon nama Ready itu karena sang Bunda merasa sangat siap melahirkan putra keduanya... hanya berselang setahun dari kelahiran putra pertama yang saat itu memang terbilang gelagapan. Maklum, anak pertama…
Nah ketika hari yang dinanti-nanti telah tiba, sang baby yang terlahir luar biasa kalemnya… nangis sebentar, tak lama kemudian diam aja… nangis lagi setelah kaget mendengar isak tangis haru nenek – neneknya, mungkin karena ga nyangka bakal dapat cucu laki-laki lagi…
Silence… yang dalam ejaan Indonesia dibaca ‘Sailens’, mengilhamkan kata kedua dari namanya yang unik ‘Syailendra’… dan suku kata terakhir : ‘… dra ’ itu sendiri belakangan diketahui diambil dari kombinasi nama Ayah dan Ibunya : Hendra & Kirana

“…Re ikut sekolah sama aku aja deh,Mam…”, ajak Ryan
”...boleh ya,Mam...? ”, pinta Ryan lagi...
” ...hm, why not...? ”, sambut Mama...
“ Yesss…” ,seru sang kakak…Ready menyambut dengan senyum lebarnya… “ thanx, Ry…makasih ya Mam…”, bahagia sekali dia pagi itu…

Ready batal melanjutkan nol besarnya…dan akhirnya sekelas di sekolah yang sama dengan Ryan Hendrawan, kakak semata wayangnya…Ryan yang hiperaktif dan Ready yang cool abis…. Siapa yang sangka, kedua karakter yang berbeda namun saling menyayangi itu adalah dua bersaudara…
***
“…Huk, busyet si Zero…beraninya keroyokan…”, Ryan mengepalkan tinjunya…wajahnya babak belur, bajunya lusuh…bibirnya berdarah…
“…Ry, kenapa lu…? “, Ready meletakan buku yang sedari tadi ditekuninya di bawah sinar lampu baca meja belajarnya…Segera pemuda itu membuka jendela kamarnya demi melihat sosok sang kakak yang terhuyung mengetuk kacanya perlahan…
“…lu berantem lagi sama Zero dan gengnya…? “, Tanya Re seraya membantu saudaranya duduk dan membersihkan bekas luka di tangan dan wajahnya…
“…Zero memang brengsek…”, geram Ryan...
”...Lu tau dia pengecut...dia ga akan berani ngadapin lu seorang diri... ngapain si lu pake berurusan sama berandalan itu...? ” Re menyodorkan segelas air pada Ry yang memilih pose terkapar di lantai kamarnya...
”...dia gangguin Meisy gue... gue ga terima kecengan gue dia kecengin...”, Ry kembali mengepalkan jemarinya... Re membalas gusar kakaknya dengan senyum...
”...Meisy...? ”, kerutan muncul didahinya...
” Yup, yang sering bareng Maya... cewe’ Bram_Bos Geng gue...” jawab Ry...
Re kenal Maya... siapa yang ga kenal Maya... Smart, Kind & Cute Girl... Gadis paling beken di angkatan mereka... Pintar, kesayangan en andalan para guru... Manis dengan bando biru muda berbunga-bunga kecil warna ungu...Ramah & baik hati, ga ada yang ga suka sama dia... yang hebat ngaku salut padanya en yang pas-pasan bangga berteman dengannya... semua sayang Maya... Re...? Hya, Maya memang istimewa akunya...

“...Hai Re, ikut yuk...”, ajak Gadis itu...
Tangan kanannya digandeng Bram sedang tangan kirinya meraih tangan Ready...
”...kita mau ngerjain tugas bareng dirumahku...Ryan juga ikut kok...”, ajaknya...
”...Oke...”, sambut Re...dan ntah kapan semua berawal... Ready, Ryan, Bram, Maya en Meisy jadi sering kemana-mana bersama... dari ngebahas PR, studi literatur, sampe pada akhirnya memilih jurusan di perguruan tinggipun mereka memutuskan untuk tetap bersama... dan Fakultas Kehutanan menjadi incaran mereka yang kadung jatuh hati pada Kota kelahiran mereka, Khatulistiwa tercinta...

”...gue sering nangkep basah Maya liatin lu...”, Ryan mengedipkan sebelah matanya pada sang adik yang asyik dengan majalah komputer edisi terbaru yang dia titip beli pada kakaknya yang hobi hang out bareng ganknya...
”...Lu bisa aja Ry, gue ga ada apa-apanya lagi...dibanding Bram...bokapnya dewan pembina yayasan kampus kita... en dia bos geng lu...”, balas Re datar di balik lembaran majalah yang sedang khusyuk dilahapnya...
”...kali ini lu mesti percaya sama gue Re... dia ngasih perhatian istimewa ke lu...”, Ry mulai lagi...
” ...itu karena gue adik lu, Ry... adik sahabat pacarnya...”, jawab Re masih dengan kedataran yang sama...meski sejak pertama Ryan membuka pembicaraan tentang Maya, jantungnya telah bergetar lebih cepat dari sebelumnya... namun Re cukup mengenal siapa dirinya, Ready Syailendra yang sangat biasa... yang nyaris tak dapat dirasakan keberadaannya...
Namun tak urung Re tersentak untuk mereview hari – harinya bersama Maya... gadis itu memang perfect di mata dan hatinya... tak jarang mereka bicara serius berdua...hanya berdua meski diantara mereka ada Bram, Meisy, Ryan dan lainnya... bicara tentang filosofi hidup dan mengapa manusia diciptakan ke muka bumi... tak sekali dia dapati mata Maya yang menatapnya takjub penuh kekaguman... walau kemudian dia lebih memilih menunduk dan bukannya membalas tatapan indah itu... hya,sebetulnya dia grogi ditatap seorang Maya...
Dia hanya menyampaikan apa yang dia ketahui dari buku-buku yang dia baca...dari berbagai informasi yang ia dengar dan dapatkan... Re memang seorang pembelajar sejati...sosok yang selalu penuh semangat memperbaiki diri di balik kesahajaan sikap yang ia pilih...
Re sadar Maya senang ngobrol dengannya dan Re juga sadar betapa Maya merasa nyaman berbagi rasa dengannya... ada sesuatu... yang tak pernah terlukis di ucapan Maya...tak pernah terurai lewat kata-kata Ready... namun tersambung lewat hati keduanya... terkait kala sunyi menjeda keduanya dalam diam... dalam lirikan mata yang ditahan sepenuh jiwa... mungkin memang belum saatnya... Hei,Re... saatnya apa...? Ready menggigit bibir atasnya...mimpi lu... Maya milik Bram, mereka pasangan paling serasi di kampus ini... perfect couple di jajaran pasangan beken kota ini... jangan hanyut oleh kata-kata Ryan... mungkin Ry hanya bercanda... Hya, Ry memang hobi bercanda...

***
Mayatami Dyantari
Lucky girl with so many great things of her...
Putri semata wayang dari sebuah keluarga sederhana yang kokoh dengan kehangatan cinta dan nuansa demokratis di kesehariannya. Pelanggan gelar juara kelas en rising star di komunitas manapun dia berpijak. Maya, demikian mereka yang mengasihi memanggil sang jelita...
Berkali – kali terlibat cinta lokasi dari zaman taman kanak-kanaknya... hya, ini dia kelemahan sang gadis...ga pernah mampu single fighter, selalu merasa butuh seseorang untuk memanjakan segala mau...segala inginnya...
Dengan segala yang Tuhan anugerahkan pada dirinya, apa yang sulit diraih oleh seorang Maya... siapa yang sanggup menolak kehadiran gadis itu manakala ia mengetuk hati seseorang...Meski diliputi berbagai kelebihan, ga pernah ada yang sanggup mengatakan Maya sombong, karena Maya memang tak pernah sombong... segala lapisan membuka tangan padanya... membuka diri seluas-luasnya untuk dibahagiakan seorang Mayatami Dyantari...
”...kayanya Bram suka lu deh,May...”, Meisy menyikut lengan sohibnya...
”...I see... gue juga suka sama dia... cowok baik...”, balas Maya datar...
”...tunggu apa lagi...?lu kan lagi sendiri...”, dorong Meisy...
”...hya nunggu dia nembak gue gitu lho...”, kembali dibalas Maya datar...

En gampang ditebak... tak lama kemudian, Maya en Bram jadian... perfect : nice guy with good girl... berapa lama mereka bersama...? memasuki hari – hari baru di kampus hijau tercinta...Maya perlahan mulai menggelisahkan kekasihnya...
“... mau kemana Say...? “, lekas Bram menangkap tangan si gadis sebelum kabur lagi seperti beberapa hari belakangan ini...
”...musholla... kamu pulang duluan aja, aku ada janji sama Rahmi...”, refleks si gadis melepaskan tangannya...dahi Bram berkerut... hya, belakangan Maya jarang dia temui jalan bareng Meisy... tapi lebih sering berlama-lama di teras musholla bersama Rahmi dan sejenisnya... teras khusus putri pula... yang steril dari non mahrom macam dirinya...Bram menarik nafas panjang... dia pun melangkah menuju kawanannya di kantin seperti biasa... ada yang aneh dari gadisnya... dia benar-benar gelisah...
”...Hei,Re...dari mushola ya ? ada apa sih di sana...kok Maya makin sering aja ke sana ? ”, tanya Bram pada Ready yang baru saja menjejakkan langkah di parkiran menuju lokasi nogkrong tempat Ryan biasa menunggunya...
”... jam berapa...? ”, Re balik tanya...
”... selesai kuliah jam pertama dia menghilang ke sana...istirahat siang juga ke sana...sore yang biasanya kita pake jalan juga gue dengar dia ada di sana...malamnya dia semakin sulit dihubungi...malam minggu bersamanya pun sudah ga seperti biasanya...” cerita Bram terdengar lebih mirip keluhan...
” ...pagi dia dhuha, siang dia dzuhur, sore dia ashar en kadang juga ikut kajian umum...mungkin malamnya dia tidur lebih awal agar bisa bangun qiyamulail, soal malam minggu gue ga tahu...setahu gue sorenya ada kajian khusus keputrian yang rutin dia ikuti bersama Rahmi, Ningrum, Luna, Dea, Vella dan lainnya... ”, jawab Re mantap... Bram mendengar dengan seksama...
”... sepertinya lu lebih mengerti dia dari pada gue...”, lirih komentar Bram...Ups... semula Re pun tak menyadarinya...Hingga di suatu pagi, Maya melangkahkan kaki memasuki kelas diikuti mata-mata terbelalak melihat penampilannya... Maya aktivis himpunan, BEM dan redaksi kampus hadir memukau dengan jilbab putih yang jatuh lembut menutupi hingga ke dadanya...bersama rok cantik bermotif bunga-bunga kecil berwarna ungu muda ia mencuri perhatian mereka yang ada di sana...termasuk Re yang diam-diam bertasbih dalam hati...she’s so lovely...she’s like an angel to me... adalah kalimat berikut yang meluncur lembut dari lisannya tanpa ia sadari...
”...you’re right, bro....”, bisik Ryan yang mendengar persis desah kekaguman yang dilafazkan saudaranya... dan sungguh mengejutkan kala siangnya tersiar kabar Maya memutuskan hubungannya dari Bram...
”...what...?!?! ”, adalah sebuah kata yang kemudian menjadi begitu jenuh didengar oleh seorang Maya... so what, gitu lho...? tolong hargai keputusan yang gue ambil, pintanya... sungguh, Bram adalah cowok oke sepanjang yang ia kenal... tapi kebersamaan mereka yang lalu bukanlah hubungan syar’i yang dikehendaki olehNya, itu sebabnya harus diakhiri... begitulah kira – kira penjelasan yang berulang kali dilontarkan gadis yang perlahan mulai menuai cemoohan atas langkah yang diambilnya tersebut...
Namun Maya tetaplah Maya... di komunitasnya yang baru pun dia tetaplah Maya yang gemilang di mata banyak orang... aktivitas barunya kini telah memenuhi hari-harinya yang indah... bersama Rahmi, Ningrum, Dea, Luna dan Vella dia meniti jalan menuju cahaya... perlahan ditutupnya rapat – rapat lembaran demi lembaran masa lalunya yang dipenuhi warna – warni pelangi... sesekali dia masih bertemu Ready... tak jarang mereka harus bersinergi... satu hal pasti yang tak sanggup dia pungkiri... dia sayang pada pemuda biasa itu... pemuda yang sering kali menginspirasi ia menemukan keajaiban masa dan kekuatan pengaruh sebuah cita – cita luhur seorang mukmin sejati...
Waktu berlalu... tak terhitung berapa sering dan berapa lama Maya dan Ready terpisah oleh waktu dan jarak yang membentang... hingga pada suatu ruang dan waktu kembali mereka dipertemukan oleh creator jagad raya, penguasa segala rekayasa...
***
Epilog
Rintik hujan masih terdengar hiasi pekat malam yang tegak berselimut hawa sejuk dalam kegelapan... sesekali angin malam meniup tirai yang menjuntai pada jendela antik pada sebuah kamar seorang gadis yang perlahan menekan tuts pada keyboard notebooknya... ada senyum tulus terukir di bibirnya... ada kehangatan yang perlahan menyusup ke dalam hatinya...ada aura bahagia penuh kesyukuran yang terpancar di binar matanya... seraya kembali dibacanya tulisan yang baru saja diketiknya pada monitor... dan senyuman itu pun semakin lebar menghiasi bibirnya...setitik cairan bening mengalir khidmat membelah pipinya... Tuhan terima kasih, bisik hatinya berkali-kali seraya mengulang – ulang bacaan pada monitor, rasa – rasanya tidak ada yang salah, gumamnya dalam hati...

Dear Diary...
Aneh deh, dilihat dari sisi yang manapun, Aku dan Ready ga ada serasi – serasinya… physicly Aku rada gede (dulu-dulunya banyak yang bilang Aku seksi) , Ready masuk katagori imut… Aku heboh euy, Ready kalem benget… Aku bossy githu deh, Ready great assistant… People say that I look like selebrity and Ready so low profile…Aku n Ready…? Benar – benar akan jadi the odd couple,he he he…so unique, ha….?
Namun pada undangan berwarna biru muda berbunga-bunga kecil warna ungu itu jelas-jelas tertera nama kami : Mayatami Dyantari & Ready Syailendra…do’ain kami yaaa….

(Pontianak, 21 Mei 2007, 00:22)

read more...

Elegi Melati


Elegi Melati

“ Sorry, Dad… besok Sya ada kuis nih, jadi nggak bisa ikutan dinner di rumah Pak Walikota…”, Daddy mengerutkan dahinya… sepertinya dia agak-agak nggak ridho ngedenger berita yang baru kusampaikan.
“…sebentar aja, Masya…Daddy ingin ngenalin kamu sama Fero, keponakan Pak Wali yang baru selesai studi di State…ayolah, sayang…!!!”, pujuk Daddy lagi. Ini dia nih, yang sebenarnya aku hindari…that’s enough deh, Dad ngejodoh-jodohin aku… terima deh, sekarang aku udah jadi akhwat betulan… udah nggak level perjodohan model beginian…rutukku dalam hati.
“ But Dad, bahannya banyak banget you know…”, aku mulai memelas… Daddy melepas kacamata bacanya dan memintaku duduk sejenak di sofa bersamanya.
“ Listen, Masya Honey…You know that I always want to give you the best thing in the world… so let me to do it for you…!”, pintanya serius sambil merangkulku hangat. Dad, I love you… but please…
” I know… just not this way, ok…”, bisikku sambil menenggalamkan kepalaku di dadanya… sesaatku kudengar tarikan nafas panjang yang dilepas perlahan dengan berat…
“ You’re so different… always different… just like your Mom…”, balasnya berbisik sebelum akhirnya dia merelakan keputusanku untuk tidak ikut bersamanya makan malam di rumah bapak walikota. Thanx God…at least aku nggak mesti ketemu sama temen-temen seprofesi Dad , raja hutan yang bermata haus dollar…nggak mesti dengerin omong kosong pejabat yang sedang khusyuk meneteskan liur menjilat…dan berkenalan dengan Fero Presto Notonegoro yang sudah lebih dulu kukenal sebelumnya, Prince of Drugs… berjodoh dengannya…???, please dech…
Ziiiing, mataku berkunang-kunang lagi… kepalaku kembali pusing…padahal buku Risalah Pergerakan Pemuda Islam tulisan Musthafa Muhammad Thahan milik Bunda zaman kuliahnya dulu begitu menggoda untuk dituntaskan malam ini. Kuletakkan perlahan kepalaku di atas meja belajar, kupejamkan mata berharap sakit ini akan sedikit berkurang…nihil, yang ada malah leherku menjadi tegang dan kondisi ini memaksaku untuk segera mematikan lampu belajar dan berbaring dalam keremangan. Seperti inikah sakit yang dirasakan Bunda dulu sebelum meninggalkan kami, penyakit kepala macam beginikah yang merenggut nyawanya sepuluh tahun silam…? Lama… sampai akhirnya kuputuskan untuk mengikhlaskan bahkan menikmati rasa sakit ini… rasa sakit yang bersumber pada tempat yang sama dengan penyebab kematian Bunda…
—™

Wanita itu sangat cantik, tampil agung dan anggun berbalut gamis sederhana plus jilbab senada di kesehariannya… posisinya sebagai permaisuri seorang presiden direktur sebuah perusahaan ternama sama sekali tak mempengaruhinya untuk mengubah penampilan … tak tersirat keharusan untuk bergaya mutakhir seperti wanita-wanita lain yang berada di level sama dengannya. Namun begitu, bak sekuntum melati… dia selalu mempesona… lengkap dengan senyum kharismatik dan tutur kata yang dalam penuh makna, …Inner Beauty terpancar utuh dari dalam dirinya… hingga Tn. Erlangga Prasetya selalu merasa menjadi lelaki paling beruntung di dunia kala menggandeng mesra tangan wanita yang telah diperistrinya … Kanty Sekarini, Kanty Prasetya, dia memanggilnya. ..
Wanita itu memeluk erat rangkaian bunga yang sangat indah, sesekali melirik mengagumi keindahan perpaduan warna – warna yang terjalin di sana. Langkahnya ringan berirama…Jika saja ada cermin besar dihadapanku , dapat kubayangkan betapa manisnya senyumku saat ini…memandangi bunda berjalan ke arahku, menebar senyum dan mengulurkan sekuntum melati dari rangkaian bunga yang dipeluknya kepadaku… Bunda… tapi ternyata sosok itu hanya lewat dan menembusku…tak menghampiriku….Bunda, Sya kangen…!!!, Setitik cairan mengalir basahi pipiku…aku terjaga, kembali Bunda hadir dalam mimpiku…Alarm HP berbunyi, Subhannallah sudah jam tiga dini hari, segera kubergegas mengambil wudhu dan bersiap untuk qiyamulail.
Malam ini bukan untuk yang pertama kali Bunda hadir dalam mimpiku, sebelumnya telah begitu sering… setiap hatiku lelah menelan nasib negeriku di tangan kedzaliman penguasa durjana…setiap kupinta Allah memberiku kekuatan tuk bertahan dan terus berjuang menegakkan Al Haq dan menumbangkan kebathilan… Sosoknya Dia kirim untuk menguatkanku… Terima kasih ya,Rabbi…
—™
“ Besok kita aksi lagi… Ina,tolong atur penggunaan aksesoris …Temi, jangan lupa nanti sore ikut Mbak rapat settingan akhir, Oya, Tri…obat-obatan kita masih cukup kan untuk sekali - dua kali aksi lagi ?, Tari bantuin Tri urus perlengakapan P3K ya…, Hm, Nita & Arisa tolong mobilisasi mahasiswi baru dan adik-adik tingkat di bawah kalian, biar Mbak Masya dan Mbak Rei yang mobilisasi senior diatas kalian…yel-yel dan ketikan lagu-lagu plus selebaran-selebaran tolong diperbanyak ya Win, dananya minta sama Mas Egy, oya ingatin Mas Egy untuk menghubungi Mas Dani agar segera membuat pers realese….bla…bla…bla…bla… “, Aku sibuk atur sana atur sini saat Indy berlari terburu-buru memasuki ruang rapat khusus akhwat …
“Ass…sa…lam…mu’alai…kum….hosh…”, dia masih terengah-engah, Tari segera menyodorkan segelas air mineral ke arahnya… glek…glek…selepas minum, kembali akhwat lincah bertubuh mungil itu menata rapi aliran pernafasannya…
” Gawat, Sya…polisi menangkap Egy…”, Tri meminjamkan saputangannya untuk mengelap keringat yang bercucuran membasahi wajah kemerahan itu...
“ Innalillahi, atas tuduhan apa Egy ditangkap, Ndy…? “ tanyaku bingung, jantung di dadaku berdebar kencang …Egy,bagaimana bisa ya Rabb…
” perencanaan pembunuhan…!!! ”, jawabnya getir …fitnah apa lagi ini…? Rabbi….
“ Temi, teruskan persiapan aksi… Mbak Masya pemisi dulu…Assalamu’alaikum…! ”, Rabbi…lindungi Egy…tak terasa cairan bening telah memenuhi pelupuk mata dan siap meluncur membasahi pipi…segera kularikan civic city Z melintasi jalan raya menuju kantor polisi di mana Egy diperiksa…
“ Tenang, Sya…bersama Egy ada Arya, Jody dan Dani…sebaiknya kita bantu mencari solusi…”, Indy mencoba menenangkanku… sebuah SMS masuk , Arya memintaku menghubungi pengacara secapatnya, kutekan nomor firma hukum langganan keluargaku,
“ Assalamu’alaikum…Bu Santi, bisa buatkan saya pointment untuk bertemu dengan Pak Hadinata…? “, aku mengalihkan arah mobil ke kantor Pengacara Hadinata.
Gedung megah yang beku dengan pendingin ruangan ini tampak lengang saat kulangkahkan kaki mantap menuju ruangan Pengacara Utama pemilik salah satu firma hukum paling terkemuka di kota ini.
“ Maafkan saya Nona Masya, saya menyesal tidak bisa membantu Anda dalam penyelesaian kasus ini…”, Pengacara Hadinata mangangkat tangan penuh arti. Indy menggenggam erat tanganku, dia tahu persis kekecewaan yang terpancar dimataku.
—™
Kutatap lurus langit-langit yang berada tepat di atasku… nelangsa…
“ Honey, You’re Ok ? “, Dad masuk dan duduk di pinggir tempat tidurku.
“ Dad, Pengacara Hadinata itu, oppurtunis banget ya…?!, kenapa sih Dad, milih dia buat jadi pengacara keluarga kita… Sya, neg banget liat gayanya… nggak idealis…”, aku mengambil posisi duduk tegak menghadapnya.
“ …but he’s the best to handle my bussiness & our company’s problem, that’s the reason why I choose him… Well, I know you disappointed about what he say this afternoon, and I’m sorry about Egy… Actualy I don’t really like to see you’re activity right now, there’s no benefit to your future… that’s what I say to you’re mother when she still a life & now, to you …”, Dad mencium keningku lalu keluar meninggalkanku. God, I missed my mom…
—™
Wanita itu tersenyum, dia melangkah pasti penuh keyakinan bersama peserta aksi lainnya… aksi menyuarakan keadilan untuk umat… dia dan jilbab putihnya yang berkilau di timpa terik matahari… dia dan semangat yang terbakar membara menyisakan titik peluh yang mengalir di dahinya… Bunda… dia Bunda yang menggenggam erat tanganku kala berjalan bersama menyusuri kota menggemakan suara takbir… Aku selalu bangga padanya… dia yang telah Kau panggil kembali karena kecintaan_Mu ya, Rabb…
Kembali mataku berkaca… Bunda, Sya kangen merdu suaramu menyenandungkan nasihat nan sejuk di hati, bisikan syahdu doamu yang menggetarkan sanubari, bara takbir yang kau kobarkan membakar semangat , Sya kangen Bunda… pada harum tubuhmu, hangat pelukmu, lembut sentuhanmu…Rabb, terima dia disisi_Mu…
—™
“ …Gimana perkembangan Kasus Egy , Dy ? “, tanyaku pada Jody yang menghubungi Pengacara Rahadi, pengacaranya Ust. Zamani.
“ Masih mengkhawatirkan…”, Jody menundukkan kepalanya… “… polisi mulai mengkait-kaitkan kasus ini dengan kasus Ayah Egy yang pernah ditahan zaman kuliahnya dulu dengan tuduhan yang sama, …kita berdoa saja persoalan ini tidak bertambah rumit “, Jody menarik nafas panjang, jelas tampak sangat kelelahan .
“ Dy, Ayah Egy_Prof. Asyahid sudah dihubungi kan ? “, tanyaku memastikan. “ Arya yang menghubungi, Insya Allah nanti malam tiba dengan pesawat terakhir…
”, Prof. Asyahid…, Egy sering bercerita tentang ayahnya yang aktivis dakwah kampus semasa kuliahnya dulu . Dia tak pernah bosan membagi informasi, thauziah dan semangat berjuang yang disampaikan oleh Ayahnya lewat layangan surat, e_mail, SMS atau interlokal. Ayahnya yang tetap istiqomah menapak jalan da’wah sekalipun telah bergelar professor . Aku selalu berharap Allah mengizinkanku untuk bertemu dengan sosok yang begitu dicintai oleh sahabatku, sosok yang begitu mewarnai hidupnya, sosok yang selalu kurindukan hadir 5 % saja dalam paradigma berfikir My beloved Daddy…Astaghfirullah, ampuni hamba_Mu yang kurang pandai bersyukur ini ya Rabb , tapi salahkah aku mengimpikan memiliki ayah yang punya semangat berjuang demi umat seperti Prof. Asyahid_Ayah Egy, sahabatku…?
—™
“… Besok sempatkan makan siang bersama Dad, Masya… ada kolega Dad yang ingin bertemu denganmu…” , Dad menyapaku yang sedang khusyuk dengan hafalan hadits terakhirku.
“ Dad, besok jadwal Sya penuh nih… ada janji ketemu dosen !”, elakku.

“ You’ll be surprise if you know who is she ! ”, Dad menyimpul senyum rahasia. “ She…???”, aku mengerutkan dahiku.
“ Who is ‘She’ , Dadd…? ”, kejarku…
“ Mam’zelle Estheun…, Me & you’re mother’s best friend when we’re high schooli“, serunya… I know her, Esthy was my mother’s close friend, but I’m not real sure, she was my mother’s best friend, coz I know really exactly, the real friend of my mother are true Moslems, mukmin, people who loves Allah & The Messenger …!!!.
“ Estheun, really miss you… your character are really looks like Kanty… there’s so much thing she wants to share with you… join with us tommorrow, ok… !!! “, Dad meninggalkanku. Dad cenderung mendekatkanku dengan teman-temanya & Bunda semasa SMA dari pada teman-teman kuliah Bunda, dia bahkan nggak suka aku cari-cari tahu tentang aktivitas dan teman-teman dekat Bunda sewaktu kuliah dulu . Sejak Bunda tiada, Dad nggak pernah ngizini aku kembali ke Pontianak, kota di mana Bunda menghabiskan masa kuliahnya, terlebih ketika Almarhumah Nenek turut Dad bawa pindah ke kota ini, tuntas sudah riwayat keluargaku di kota itu. Aku tertarik untuk kembali, setidaknya perjalanan itu menjadi salah satu impianku… entah kapan, mungkin setelah Allah mengizinkanku untuk dipersunting oleh seorang lelaki shalih, mujahid pembela agama_Nya yang sudi menemaniku merentas sejarah mengarungi Sungai Kapuas yang membelah kota itu dan berteduh dari sengatan mentari yang sinari Kota Khatulistiwa …tak terasa bibirku mengukir senyum…
—™
Hari masih pagi, sinar matahari masih ramah menyapa embun yang mulai mencair di dedaunan. Kutarik nafas dalam-dalam sambil merentangkan kedua lengan lepas bebas, meniru kebiasaan Bunda setiap pagi sebelum berkeliling taman menyapa kuncup-kuncup bunga yang mulai bermekaran.
“ Bunda sama cantiknya seperti bunga itu…!!!”, tunjukku pada sekuntum bunga yang mekar sempurna di sampingnya. Biasanya dia akan tersenyum dan menjawab,
“ …dan putri kesayangan Bunda sama cantiknya dengan bunga-bunga di taman hati orang-orang mukmin …”, lalu dia akan menciumku dan kami saling berkejaran di antara rumpun-rumpun heliconia…tak jarang Dad segera mengambil kamera dan mengabadikan dua bidadari terkasihnya bak kupu-kupu terbang menari-nari di taman asri istana dunia.
“ You miss her, ha ? “, sapa Dad sambil menjepretkan kameranya dua kali sebelum aku menoleh ke arahnya…
“ I always miss her, but I’m ok…!!! ”, jawabku cepat dan kembali Dad menyuruhku berpose diantara rumpun bunga-bunga… aku dan Bunda paling senang difoto dan fotografi adalah hobi Dad dari remaja…
Dad mengajakku berkeliling taman, tanpa alas kaki kami mulai menelusuri lika-liku hamparan aneka macam tanaman yang tertata apik oleh mendiang Bunda semasa hidupnya. Sesekali kami berhenti di dekat tanaman-tanaman tertentu , mengamati dan mengulang sejarah pohon itu bisa sampai ke taman ini. Sesekali kami tertawa dan menyimpul senyum, teringat kembali kegigihan Bunda mengumpulkan tanaman-tanaman unik itu… Bunda yang gemar berpetualang…mendaki gunung, menyusuri pantai, menjamah hutan…
“ Dad teman high schooll Bunda kan ?, Dad bilang banyak tuh yang suka ngedeketin Bunda, terus gimana ceritanya Bunda jadi lebih milih Dad ketimbang Oom – Oom yang lain…? “, tanyaku antusias. Wajah Dad memerah, ih lucu…kaya masih ABG aja…
“ Karena Dad sungguh-sungguh … Dad, selalu berdoa agar Bundamu, … memahami perasaan Dad…”, hening sesaat…
”…tapi jelas nggak gampang karena Bunda kamu tipe wanita yang care banget sama orang lain, jiwa kemanusiaannya yang tinggi menjadikan kita jarang banget bisa ngomongin tentang kita … khusus tentang kita… “, Dad menengadah ke langit…
“ Dad nyaris mutusin untuk mundur saat Dad melihat betapa bahagianya Bunda kamu ketika berada di sisi orang lain yang lebih siap en selalu ada di dekatnya saat dia butuhkan… “ Mata tua itu mulai berkaca-kaca…
”…kamu tahu sendiri deh, Dad kan sibuk banget waktu masih aktif di OSIS dulu…dan dengan berat hati Dad mencoba untuk mengikhlaskan Bundamu…” kali ini Dad menunduk dalam… ada jeri menusuk dadanya… kami lalu duduk di bangku taman. “ Sakit… Jauh dari perkiraan , ternyata sangat menyakitkan ketika harus mendapati Kanty_melatiku duduk dan belajar bersama dengan lelaki lain, bercanda, nonton, mengobrol hangat… Untuk pertama kali dalam hidup Dad merasa sangat takut kehilangan orang yang Dad sayangi…Well, She’s My First Love, you know… “, Dad merangkulku…
“… lalu bagaimana kalian bisa kembali bersama …? ”, tanyaku penasaran.
“ Dad berdoa…nggak pernah putus berdoa. Dad kembali maju dan berjuang mendapatkan perhatian Bunda… namun ternyata di saat yang sama ada seorang gadis yang juga naksir sama Dad, Well… mula-mula menyulitkan memang… tapi ternyata, diam-diam Bundamu cemburu berat… Esthy , sobat karib Bundamu yang cerita sama Dad…kalo Bunda selama ini menderita dengan sikap Dad yang dingin dan sok sibuk plus kurang ngasih perhatian ke Bundamu_Melatiku… ah, Bundamu itu asli manja banget waktu sekolah dulu… tapi sejak Dad tahu Bunda juga menaruh perasaan yang sama, Dad janji dalam hati , Dad janji sama Tuhan, Dad nggak akan menyia-nyiakan Bunda… Dad cinta banget sama Bunda kamu…Tidak akan ada yang bisa menggantikan dia, menggantikan melati di taman hati ini… Tidak akan ada… “ kembali mata tua itu menerawang jauh ke langit … seolah tampak sebentuk wajah yang begitu dia kasihi di sana…sebentuk wajah melati di hatinya.
“ …tapi kalian kan terpisah saat kuliah… gimana ce…”, Dad segera menggeleng… “ Sudahlah matahari sudah tinggi, Dad mo mandi dulu… nanti terlambat ke kantor, yuk ah Dad duluan ya… kamu juga jangan terlalu lama , nanti berubah jadi pohon jambu…!!!”, potongnya sembari guyon mengalihkan pembicaraan. Dad selalu begitu… selalu menolak jika aku menanyakan cerita masa kuliah Bunda… saat Bunda menjelma menjadi seorang aktivis da’wah, hijrah menuju jihad fii sabilillah… Why Dad…?
—™
Lelaki paruh baya itu berdiri tegak membelakangiku, tegap…gagah…aku sendiri tak tahu mengapa mata ini begitu terbius pada sosok yang tegak berdiri itu…lama aku tertegun menikmati pundaknya yang tampak sangat kokoh… Astagfirullah, gadhur bashor Masya…. lelaki itu pastilah seusia dengan ayahku, tapi siapa dia ?, ribuan tanda tanya menyergapku… dan aku semakin terpesona karenanya, seolah ada ruh dan jiwa lain yang turut merasuk ke sukmaku dan turut menyaksikan sosok makhluk yang berdiri tegak di hadapanku… aneh , di antara rasa takjub itu tersirat pula rasa rindu…kerinduan yang mendalam, rindu yang sangat indah… rindu yang terasa begitu mulia… rindu karena_Mu ya Allah… tapi bagaimana mungkin ?, bagaimana mungkin aku merindukan seseorang yang tak pernah aku temui seumur hidupku… mungkinkah rindu itu milik jiwa lain yang merasuk di jiwaku…air mataku jatuh… Rabb, bagaimana mungkin… jiwaku tergoncang, dengan segenap energi yang tersisa kulangkahkan kaki ke arahnya… namun tiba-tiba Indy muncul dan menarikku ke pinggir lorong…
“ Indiana Siregar…, ada apa sih…? “, tanyaku sambil cepat menghapus air mata yang sudah dan akan terjun bebas dari sudut mataku… kutenangkan gejolak hatiku…
“ aku dengar kasak-kusuk di luar sana, mereka akan melepaskan Egy, melepaskan Egy Asyahid…!!!, Just like we thought, there’s no evidence, Ukhti… !!! “, Alhamdulillah… kali ini air mata itu benar-benar tak sanggup lagi aku lerai…
“ ya ampun… dia malah nangis, tahmid dong, Non …!!! ”, Indy menepuk pundakku…aku mengangguk kulafazkan tahmid dengan segenap rasa syukur yang mendalam … Terima kasih, ya Rabb…
“ Hm, Ndy… yang tadi berdiri membelakangiku itu siapa sih… ? ”, tanyaku hati-hati.
“ Ooo… itu Prof. Asyahid, ayahnya Egy… masih ganteng kan…?, kenapa, mau jadi ibu tirinya Egy… Prof. Asyahid sudah lama menduda lho… dua istrinya sudah lama mendahului… nggak ada yang lama, paling lama dua tahun…tuh, seru kan… mo jadi yang ketiga nggak ?…mau ya… Ustadz tulen lho, sama kaya’ Egy suka berpetualang…cocok tuh, sama kamu…!!!”, Indy terus nyerocos, aku sudah tidak begitu memperdulikan lagi apa yang keluar dari mulutnya, kakiku membawaku bergerak mencari sosok lelaki itu… Prof. Asyahid… aku tak tahu mengapa segenap yang ada dalam diriku mendesakku untuk datang menemuinya.
Langkahku terhenti pada pertemuan yang mengharukan antara seorang anak lelaki dengan ayah yang sangat dicintainya. Egy melambaikan tangannya ke arahku…
“ Sya, perkenalkan… ini ayahku…!”, lelaki itu tak kalah terkejut kala menatapku, setidaknya aku menangkap kesan itu walau hanya sekilas saja .
“ …siapa namamu , nak …? “, tanyanya dengan suara yang begitu indah (jadi ingat cerita Egy kalau ayahnya mantan munsyid kondang di kampusnya dulu…)
“ Masya, Pak… Azka Dharmasya Putri Sekarini Prasetya…”, MasyaAllah, mengapa jadi menyebut nama lengkap begini …sungguh aku tidak bermaksud memamerkan nama kedua orang tuaku…
“ Sekarini …?, apa anak putri dari wanita bernama… Kanty Sekarini ? “, tanyanya dengan hati-hati sekali… Deg…
“ Iya, benar… Bapak mengenal almarhumah Bunda saya !?!?…”, believe me… aku sungguh ingin melompat setinggi-tingginya mengekspresikan berjuta rasa yang terpendam sekian lama !!!
“ …tentu saja, dia sahabat saya…partner da’wah saya semasa kuliah dulu… mujahidah yang selalu saya rindukan karena Allah…”, Wajah Profesor serta merta berseri-seri, mata tua yang teduh itu tampak bercahaya…., namun tak lama… lalu diam…
“ maaf… almarhumah…? ”, kembali dengan sangat hati-hati dia bertanya. Aku mengangguk dalam, tapi jauh dalam hatiku, seperti tak pernah ada kematian… aku merasakan kehadiran Kanty Sekarini begitu dekat denganku saat ini… aku merasakan sebuah senyum hadir menjawab pertanyaan pria di hadapanku tadi… bukan senyum milikku… seyum seseorang yang membayar habis kerinduannya yang teramat dalam… Bunda, apakah lelaki yang ada dihadapanku ini adalah salah seorang mujahid yang pernah kau ceritakan padaku dulu…, sosok yang selalu kau rindukan dan cintai karena_Nya…?!?!
Kutarik dan lepaskan nafas perlahan…jawablah…!!!, bisik hatiku…;
“ Bapak mengenal ibu saya dengan baik…? “, tanyaku akhirnya dengan penuh harap.
“ InsyaAllah, selama dia tetap mujahidah pembela Agama Allah…, maka di belahan bumi manapun dia berpijak dia adalah Kanty Sekarini yang akan selalu saya cintai karena Allah ”, Allahu Rabbi… aku tak sanggup berkata apa-apa lagi… jantungku berdegup kencang, darahku berdesir mengalir dengan sangat cepat… lalu tiba-tiba kurasakan tubuhku kian ringan…, bibirku melukis senyum sarat arti, kemudian gelap….
—™
15 tahun yang lalu…
Lembut Bunda membelai rambut Masya kecil saat pekat malam turun bersama taburan bintang-bintang…
“ …terusin cerita tentang mujahid Palestine yang kemarin dong Bunda…!!! “, pinta si kecil…
“ Gimana kalo besok malam saja, sekarang sudah malam banget lho, ntar bangun subuhnya telat lagi, nggak asyik kan “, tawar Bunda. Masya menimbang-nimbang
“…hm, oke … kalo gitu nanya aja deh … Bunda pernah kenalan sama Mujahid,nggak…? “, tanyanya berbisik… refleks Bunda mengangguk…
“ Bunda kenalin sama Masya juga doong…!!! “, pinta si kecil lagi… bibir Bunda tersenyum demikian pula hatinya…hangat tatapan matanya terserap penuh oleh jiwa mungil yang juga tak lepas menatap keindahan sebentuk wajah di hadapannya…
“ Masya, ada mujahid di setiap zaman … suatu saat Masya akan mengetahui siapa saja orang yang pantas disebut mujahid itu…jika Masya istiqomah di jalan_Nya…InsyaAllah, Masya akan punya banyak teman mujahid-mujahid Allah…!!!”, mata Masya kecil berbinar…
”…benarkah Bunda…!!!”, dengan takjub Masya membesarkan bola matanya…
“ Ayo tidur…besok kita sambung lagi cerita tentang mujahidnya…” Kanty merapikan selimut putrinya.
“ …Bunda …”, panggil Masya pelan meminta ibunya kembali datang mendekat…erat tangan mungil itu menggenggam tangan sang Ibu .
“…Bunda pernah merindukan bertemu dengan teman Bunda yang mujahid itu…?”, bisiknya lugu… Kanty , tercenung…ntah mengapa yang keluar dari lisannya adalah serangkaian kata-kata ;
“…selalu… selama dia tetap mujahid pembela Agama Allah, di belahan bumi manapun dia berpijak, Bunda akan selalu mencintainya Karena Allah ….”, kalimat yang selalu diingat oleh Masya kecil…terekam utuh di sensor sarafnya…selalu terngiang….selalu… hingga kini…
(Pontianak 18 Februari 2003, Pukul . 03.15 dini hari…)

read more...

Dear Mr. Perfect


Dear Mr. Perfect

“ Ayo Dek Ika, buruan beres-beresnya… ntar Mas tinggal lho…! “, tegur Mas Evan untuk yang kesekian kalinya sambil mondar-mandir di depan pintu kamarku.
“ …Bentar Mas, lagian kan masih satu jam lagi acaranya…”, sahutku sambil terburu-buru memasang pin mungil oleh-oleh Mas Evan dari kegiatan mahasiswa di Kuala Lumpur pekan lalu.
“ …udah sana cepat, Mbak… sebelum ditarik paksa sama Mas Evan keluar kamar, he he he…”, celetuk Ecy sambil cengengesan dan kembali menarik selimut tebalnya …
“ …kamu ga kuliah Cy…? “, tanyaku pada saudara sepupu yang lahir satu hari lebih muda dariku itu.
“ Nggak , Kemaren anak-anak bilang Pak Trisno masuk rumah sakit, keracunan es cendol… he he he…”, jawabnya enteng sambil tak lupa cengengesan lagi…
“ Innalillahi…”, ucapku lirih…
“ Dek Ika… !!! “, kembali terdengar suara bariton itu…
“ Iya, Mas… ini juga udah siap… yuk ah…”, jawabku seraya membuka pintu kamar dan menemukan wajah tirus bermata elang itu menatapku tajam…
“ Sory… udah ah ayo buruan…jangan bengong aja…! “, kugandeng tangannya cepat sebelum dia sempat berkomentar panjang lebar lagi soal panjang kerudungku… beratnya tasku… bibir pucat non lipstik di wajahku... dan entah apa lagi yang akan jadi topik untuk dia komentari pagi ini.
“ Kok lama banget sih, Dek…? “, tanyanya penasaran seraya menendang kick starter berulang-ulang…
“ Tadi malam ga sempat nge-print bahan presentasi untuk pagi ini, jadi ya ngeberesin itu dulu, makanya jadi lama… sory deh Mas… “, jawabku memelas dan biasanya setelah itu Mas Evan dengan gaya coolnya akan diam saja…
“ Ayo pegangan yang kuat…”, persis seperti zaman kanak-kanak kami dulu, dengan cepat dan tanpa banyak bicara dia akan mengambil tanganku dan melingkarkannya di pinggangnya. Tak lama kemudian sepeda motor itu pun melaju di jalan utama menuju gerbang kampus…

* $ *
“ Bareng Evan lagi ya, Ka…? “, tanya Mbak Tia yang sedari tadi khusyuk mencermati proposal yang ada di tangannya.
“ Hm, iya nih Mbak… Mas Evan yang maksa, khawatir telat buat presentasi proyek di rektorat katanya…”, jawabku pasrah… sejenak Mbak Tia nampak seperti termenung, namun beberapa detik kemudian ketua bidang PSDM BEM itu telah menghilang dari hadapanku. Apa dia jealous ya…? apa yang perlu dicemburuin, wong seantero kampus sudah tahu kok, kalo aku dan Mas Evan saudara sepersusuan… otomatis mahrom kan !!! , forever and ever aku ga bakalan bisa merit sama do’i…!!!, lagian mana aku tahu siapa yang punya ide menyusukan makhluk handsome itu sama nyokap waktu dia masih baby dulu. Well, yang jelas aku ga terlibat sama sekali dengan peristiwa itu, lahir aja aku belum… begitu juga dengan bagaimana anak-anak seantero kampus bisa tahu tentang status Mas Evan dan aku. Terus terang aku juga rada heran kok berita itu bisa menyebar dengan begitu cepatnya ya…? Ah, memang udah nasib aja barangkali harus jadi makhluk beken, mau bagaimana lagi…
“ Ka… ayo cepat, kamu udah ditungguin briefing di ruang rapat utama tuh… ntar kita-kita ikutan disemprot gara-gara nge_geng dengan dirimu yang lambannya minta ampun…”, dengan semangat 45 Indy, Sofi dan Noni menyeret aku dengan sukses ke ruang rapat utama.
Believe me.. disana emang belum ada siapa-siapa selain Mas Evan dan Mbak Tia. Jaka cs mana pernah sudi nongkrongin kampus pagi-pagi… apa lagi segala sesuatu yang berkenaan dengan kesiapan presentasi di rektorat sudah dianggap fix di rapat terakhir kemaren . Poor Mr. Evan…
“ …Saya kira kita tidak perlu menunggu Jaka dan lainnya, segera saja kita mulai briefing pagi ini…”, dengan tenang Mas Evan mulai memimpin rapat singkat itu… Huh, betul-betul Mr. On Time…Mr. Perfect…
* $ *
Aku dan Mas Evan sebetulnya tidak ada hubungan keluarga secara garis keturunan, tapi karena adik ibunya_tante Ratih menikah dengan adik bungsu ibuku_ Pak Lik Chandra, jadilah kami keluarga karena ikatan perkawinan. Tante Ratih dua belas bersaudara dan keluarga besarnya itu hobi sekali mengadakan acara kumpul-kumpul keluarga di rumah Nek Zahra, Ibu Tante Ratih dan yang pasti juga nenek Mas Evan yang berada tepat di depan rumah keluargaku. Karena bertetangga, hubungan keluarga kami dan Nek Zahra terbilang sangat akrab, terlebih karena ibunya Bunda, eyangku sudah lama wafat.
Sebetulnya sebelum melahirkan aku, Bunda sudah pernah melahirkan, namun bayi mungil itu hanya bertahan dua pekan. Nah, konon ceritanya saat itulah momen Mas Evan sering nebeng nyusu sama Bunda kala ia dititipkan dengan Nek Zahra selama Mamanya mengajar di TK dekat rumah kami.
Semasa kecil aku paling suka main di rumah Nek Zahra. Ini karena rumah kayu sederhana itu punya halaman luas yang di penuhi tanaman bunga dan pohon-pohon buah yang hampir selalu berbuah sepanjang tahun. Belum lagi di halaman belakang ada rumah pohonnya juga yang dibuat oleh almarhum Kakek,suami Nek Zahra. Dengan dua belas anak, bisa ditebak kalo Nek Zahra punya buanyak cucu dan Mas Evan adalah salah satunya. Tapi jangan salah, walau mendekati lima puluhan orang, aku kenal baik lho sama semua sepupu-sepupunya Mas Evan, maklum gini-gini kan aku tetangga yang ramah dan gemar bersosialisasi alias always nimbrung kalo Nek Zahra mengumpulkan anak, cucu dan mantunya. Mas Evan sendiri punya empat orang sepupu yang usianya sebaya dengan dia. Ada Mbak Ningrum yang sekarang kuliah di Solo, Mbak Melati yang baru menikah bulan lalu, Mas Rama yang sering keluar masuk rumah sakit buat cuci darah dan Mas Dian yang sering dijuluki kembaran Mas Evan, lantaran emang mirip banget sama si Mr. On Time.
Well, sebenarnya dibandingkan Mas Evan, waktu kecil dulu aku lebih dekat dengan sepupu-sepupunya yang lain termasuk Mas Dian. Abis… dari kecil udah kelihatan banget kalo bakal menjelma jadi Mr. Perfect, Bah… nggak nyambung banget kan sama aku yang rada slebor… sampe sekarang Mas Dian dan Mas Evan memang rada sulit dibedakan secara fisik, tapi kalo dari kelakuannya jelas Mas Dian lebih manusiawi deh… Mas Dian itu orangnya humoris banget, ga seperti Mas Evan yang jutek abis… , walau keduanya sama-sama baik dan manis, tetap aja ngobrol bareng Mas Dian lebih asyik daripada sama Mas Evan yang lebih sering mengatur pokok pembicaraan pada hal-hal yang dia inginkan saja dan pilih no comment buat hal-hal yang dia ogah membahasnya… Namun sayang sekali, sejak awal tahun kemarin Mas Dian dipindah bekerja ke luar kota, hya jadinya ya jarang bertemu… By the way, Nek Zahra juga sudah lama tidak menempati rumah di seberang lagi. Sejak Tante Ratih menikah dan ikut Pak Lik Chandra dinas ke kabupaten, Nek Zahra lebih memilih ikut putri bungsunya yang baru saja melahirkan cucunya yang kesekian. Sekarang, rumah tua berhalaman luas itu hanya dihuni oleh Mas Evan seorang diri, sedangkan keluarganya dari dulu sudah terkenal nomaden mengikuti tugas Papanya ke Luar Negeri.

* $ *
“ Evan ga diajak makan malam di rumah,Ka…?, hari ini kamu kan masak makanan kesukaannya dia… ”, tanya Bunda.
“ …Biarin ajalah Budeh, ntar kalo laper juga pandai datang sendiri… lagian sejak kapan dia pesan catering sama kita…”, sahut Ecy yang tiba-tiba sudah duduk manis di depanku.
“ Wah, ga bisa gitu Mbak Ecy, Mas Evan itu udah besar banget jasanya buat keluarga kita… ingat ga waktu Bunda kambuh asmanya di tengah malam pas Ayah dinas keluar kota seperti hari ini ?, Mas Evan tuh yang abis-abisan nemani kita ngebawa Bunda ke rumah sakit…belum lagi saat Ozy terancam terlambat datang ujian waktu SD gara-gara perut mules terus dari subuh, Mas Evan juga kan yang bela-belain nganterin ke sekolah dan stand by buat ngejemput lagi, masih banyak lagi deh catatan prestasi Mas Evan buat keluarga ini… pokoknya Mas Evan itu top abis dah…”, puji Ozy, adekku yang baru tamat SD dan emang udah kompak banget sama Mas Evan sejak dia memutuskan untuk tinggal di rumah Nek Zahra beberapa tahun lalu.

“ Ah, andai aja dia ga sempat nebeng nyusu ama Bunda dulu, suer deh Bunda sama Ayah sudah sepakat bakalan ngejodohin kalian…”, sambar Bunda.
“ Ih, Bunda segitunya amat sih… pake acara berandai-andai lagi… ga boleh tuh… dosa lho…, lagian siapa juga yang pengen jadi istri Mr.Perfect kaya Mas Evan, capeeek…”
“ Capek kenapa Dek…? “, tiba-tiba suara itu sudah ada di dekatku… Ih, nih orang ngagetin aja… btw, dia denger apa yang kukatakan barusan ga ya…? Wah, bakal berabe neeeh…
“ Ah, eh… hm…”, aku gelagapan…
“ …capek jadi istri Mr. Perfect ! “, potong Ecy sambil tak lupa cengengesan…
Mas Evan mangut-mangut dan tanpa menunggu dipersilahkan sudah langsung tarik kursi dan duduk di sebelahku… Waduh, kok aku tiba-tiba jadi grogian gini ya… Aih, muslimah sholehah… makanya laen kali jaga lisan atuh, neng…
“ Makannya kok dikit Dek…?, tambah lagi ya… sambal goreng kentang lho… makanan kesukaan kita…”, tanpa diminta Mas Evan sudah langsung menambahkan beberapa sendok sayur dan lauk ke dalam piringku. Tuh kan… sok ngatur gitu… Kalau saja dia bukan saudara sepersusuanku, aku pasti punya alasan untuk menghindar dari segala bentuk dominasinya selama ini. Aku ga perlu pasrah saat disuruh pegangan saat boncengan, aku bahkan punya alasan untuk menolak dia mengantarku ke sana – ke mari dengan motor balapnya itu. Karena non mahrom kan emang ga boleh terlalu dekat begitu… apa lagi sampai bersentuhan kulit segala. Rasulullah kan pernah bilang kalo lebih baik kepala tertusuk besi daripada harus bersentuhan dengan yang bukan mahrom, but look at me now… tanpa rasa segan Mas Evan ngebantuin aku mencuci piring, sesekali tangan kami bersentuhan dan aku jadi deg-degan karenanya… Well, andai dia bukan saudara sepersusuanku, aku benar-benar harus berjuang agar tidak dihinggapi penyakit hati setiap kali berdekatan dengannya… lihat saja, tangan itu… mata itu…senyum itu… walau rada cool dan perfeksionis abis… sejujurnya aku suka… mungkin karena telah terbiasa bersama… Robb, Help me please dech…
Hm, kenapa jadi giliran aku yang berandai-andai seperti ini… mungkin Bunda benar, kalau saja dia bukan saudara sepersusuanku… aku sebaiknya buru-buru jadi isterinya, biar gemuruh di dada ini bisa lebih ditentramkan… Ugh, GR… kalau dia ga mau jadi suamiku gimana…?, refleks kutekuk wajahku …
“ Kok manyun Dek…? “, tanyanya seketika dengan nada datar, sedatar wajahnya… Aku terjaga, Ya ampun… cermat sekali dia menganalisa perubahan wajahku, padahal dari tadi kelihatannya cuek-cuek saja… dan kata-kata ‘ Dek ‘ itu…sepanjang ingatanku…hanya dia orang yang betah memanggilku dengan sebuatan ‘Dek’ atau ‘Dek Ika‘, bahkan Mas Dian sekalipun lebih suka memanggil aku dengan sebutan ‘Ika’ saja… cepat aku menggeleng dan menghadiahkannya sebaris senyum sebelum dia berkomentar sesuatu yang memaksa aku untuk benar-benar manyun…
Tiba-tiba dari arah luar…
“ Ika, Evan… lihat siapa yang datang nih…”, Bunda mengejutkan kami dengan sosok kharismatik yang digandengnya…
“ Nek Zahra….”, aku menghambur ke arah wanita tua yang sangat kurindukan itu… Nek Zahra membuka lebar-lebar lengannya untukku dan sesaat kami saling berpelukan…
“ Nek…kok lama sekali sih meninggalkan kami, Ika kan kangen sama Nenek…”, dengan manja aku meletakkan kepalaku di bahunya…
“ Iya ya, tak terasa sudah hampir lima tahun… “, dia membenarkan ucapanku seraya membelai jilbab biru muda yang kukenakan.
“ Gimana kuliahmu… ? Nenek berharap kalian sudah diwisuda saat Nenek kembali…”, tanyanya lagi…
“ Mas Evan hampir beres, cuma karena masih aktif di BEM jadi ya masih harus menunggu satu semester lagi, tapi Mas Evan sudah bekerja Nek… jadi editor di penerbitan Islami, hebatkan Nek…! Nah, kalau Ika sih baru mau turun penelitian minggu depan…”, jawabku… Mas Evan diam saja… dia emang agak kurang ekspresif, kebalikan dari aku…
“ Yah, semakin cepat semakin baik… jadi kalian bisa segera menikah…”, jawab Nek Zahra santai sambil memamerkan senyumnya yang menawan…
“ Hah…?!?! “, semua terkejut mendengar apa yang diucapkan Nek Zahra…,Ecy dan Ozy berteriak paling kencang, namun Bunda yang paling kentara. Hampir saja wanita paruh baya itu menjatuhkan vas bunga keramik yang baru ditatanya dengan Bunga Lili oleh-oleh dari Nek Zahra. Tak ketinggalan Mas Evan sendiri tampak gagal menyembunyikan keterkejutannya mendengar apa yang baru dikatakan oleh Neneknya. Wajahnya memerah seketika, gimana dengan wajahku ya… berjuta istighfar berebutan basahi bibirku, jantungku berdegup kian kencang…
“ Tapi Nek, Evan dan Ika kan saudara sepersusuan… apa Nenek lupa, saya dulu sering menyusukan Evan ketika putera pertama saya yang sebaya dengannya meninggal dua puluh tiga tahun yang lalu…”, Bunda coba mengingatkan Nek Zahra yang masih tersenyum menyaksikan keterkejutan kami…
“ Lestari… Lestari, Kamu ini gimana toh, penyakit lupa kok dipelihara bertahun-tahun… yang kamu susukan dulu itu kan Dian,cucuku yang lain… Evan ini kan paling jarang main ke sini karena ikut ayahnya bertugas dari negara yang satu ke negara yang lain…, baru lima tahun terakhir ini toh dia menetap disini… Ayo ingat-ingat lagi… aku itu hafal banget lho sama cucu-cucuku dibandingkan kamu…”, papar Nek Zahra panjang lebar… refleks Bunda menepuk dahinya, wajahnya bersemu merah, dia jadi salah tingkah dan tampak ga enak hati menghadapi Mas Evan…

“ Aduh, Van… maafin Tante ya…karena Tante yang cerita ke kamu kalo kamu dulu itu pernah nyusu sama Tante… padahal yang nyusu dulu itu Dian, bukannya kamu… Aduh, Tante benar-benar lupa, habis tidak hanya wajah kalian yang mirip, sekalipun bukan saudara kembar wajah ibu-ibu kalian kan juga sangat mirip, aduh gimana ini…?!?! ”, tampak Bunda gelisah sekali, karena selama ini telah memberi lampu hijau pada aku dan Mas Evan untuk bebas berdekatan layaknya saudara kandung … kali ini dia ganti menatapku dengan pandangan bersalah dan mohon dimaafkan… dan sekarang malah aku yang kebingungan harus bersikap bagaimana, bayangan-bayangan masa lalu antara aku dan Mas Evan sudah cukup membuat aku stress… bagaimana mungkin aku yang setengah mati menjaga hijab begini dengan santainya selama bertahun-tahun rela disentuh oleh laki-laki asing yang selama ini selalu kuanggap sebagai mahromku sendiri… Ya,Robb… ampuni hamba_Mu yang dhoif ini… pertahananku terasa semakin melemah dan air mata ini sudah bersiap-siap akan terjun bebas… ketika tiba-tiba…
“ Egh, hm…iya nih Nek… rencananya memang akhir bulan ini saya sudah berencana mau melamar Ika…”, …sebuah kalimat ajaib meluncur begitu saja dari mulut Mas Evan, sebelum keadaan kembali stabil di antara aku, Bunda dan Nek Zahra. Kontan semua mata menatap ke arah wajah datar itu yang kali ini tampak lebih berekspresi… dan ga main-main, kutemukan ekspresi sungguh-sungguh itu tergambar utuh di sana dan aku hanya bisa membalasnya dengan tertunduk malu menyembunyikan kepiting rebus yang mejeng di wajahku…
“ Wah, ide brilian tuh…”, celetuk Ecy…
“ Siiip, sudah lama kita ga ngadain acara kumpul-kumpul keluarga, nee… “, sambut Ozy antusias…
“ Benar juga, tapi kali ini sepertinya kumpul-kumpulnya tidak di rumah depan, tapi di sini saja ya… Nenek khawatir rumah tua itu bakal roboh karena awal tahun depan baru akan direnovasi…” usulnya…
“ Nevermind, Neeek… yang penting, makan-makan…”, seru Ozy dan Ecy berbarengan…
“ Tapi tunggu dulu, masih ada satu masalah…”, tiba-tiba Mas Evan berdiri dan menghentikan kehebohan yang baru saja mengguncang rumah kami...
“ Ada apa lagi Van…? “, tanya Nek Zahra yang kali ini giliran terkejut oleh tingkah cucunya yang ganteng itu...
Evan menarik nafas panjang dan perlahan melangkah mengambil posisi di tengah-tengah ruangan, persis seorang aktor kawakan yang sedang mendramatisir keadaan…
“ Hm, masalahnya… Dek Ika belum menjawab Nek… apa dia bersedia saya lamar atau tidak…”, jawab Mas Evan tenang… kurasakan wajahku kian memerah… Awas kamu ya, Mas…bisikku dalam hati…(Pontianak,28 Mei 2005,01:45 WIB)

read more...

Bye Neva





Bye… Neva !

Aku harus meninggalkan Neva, sebesar apapun cintaku padanya… tapi, bukankah keputusan yang baru kubuat tadi sebetulnya adalah bukti sejati aku memang mencintainya… jika aku tidak sayang padanya, tidak peduli padanya, maka tentu aku akan terus-terusan menjadi kekasihnya… membelenggunya dalam perasaan yang menyesatkan … yang semu… yang hanya kan bermuara pada jurang kemaksiatan yang dibenci oleh_Nya… Hya, keputusan ini sudah bulat dan besok aku akan bicara pada Neva, aku akan meluruskan hubungan ini agar tepat sesuai syariat… putus hubungan tanpa perlu memutuskan tali silaturahim… aku harus sabar menjelaskan hal ini padanya… walau mungkin akan sangat sulit bagi Neva untuk menerimanya.
“ …Ini pasti karena Ega, iya kan Vo…? “, desak Neva gundah…
“ Bukan Va, insya Allah bukan karena makhluk…”, putusku.
“ Impossible… kita tuh udah pacaran dari kelas empat SD Vo, gimana mungkin ditahun ke sebelas kamu bisa tiba-tiba mutusin aku tanpa sebab kaya gini… kamu mikir deh, cewek mana yang bisa serta merta nerima keputusan sepihak kayak begini… “, Neva menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya… dia kecewa, demi Allah aku tahu hatinya terluka…
“ aku…aku ga percaya kamu bisa setega ini…”, bisiknya dibalik isak tangis yang mulai terdengar.
God, melihatnya menangis… sungguh aku ga akan pernah sanggup… karena selama ini aku memang tak pernah rela membiarkannya terluka oleh satu apapun… setidaknya dada ini akan siap disandari agar sakit itu terbagi… namun kini… ternyata akulah si pembawa pedang panjang yang telah menebas urat nadinya dan membiarkan darah itu mengalir begitu saja….
“ Percayalah ini yang terbaik,Va… percayalah Allah akan jauh lebih ridho dengan keputusan ini… setelah ini Revo akan tetap ada untuk Neva, sebagai saudara seiman… Revo sangat berharap tali silaturahim yang telah terjalin dengan indahnya tidak turut putus bersama lahirnya keputusan ini…”, kucoba meyakinkannya…
Neva merebahkan tubuhnya ke hamparan empuk rumput manila tempat kami biasa duduk berduaan di halaman belakang rumahnya seraya menikmati warna-warni ratusan jenis anggrek yang turut menghiasi sudut-sudut tamannya. Matanya menerawang, kebiasaan yang muncul bilamana ia sedang sedih… biasanya aku juga akan turut rebah disampingnya dan menggenggam tangan putih yang halus itu erat-erat, seolah tersalur kekuatan agar dia tegar menjalani kehidupan selanjutnya... Tapi kali ini tidak, aku tidak semestinya mengambil kesempatan menyentuh gadis belia itu… seperti yang sering aku lakukan dulu…
“ Va, aku pulang dulu… maafkan aku… “, aku berdiri meninggalkannya…
“ Vo,tunggu…” desahnya… aku berhenti, tak berani menoleh…memandangnya dalam kondisi terluka tak berdaya…
“ …kamu, akan membayar mahal untuk ini semua…” bisiknya…
“ Cuma itu…?, ada lagi yang ingin disampaikan ?”, tanyaku dengan debar jantung bergemuruh…
“ …kamu nggak akan bisa gantiin aku dengan gadis manapun…” tegasnya…
Aku meneruskan langkahku… sekali lagi, maafin aku Va… aku yakin ini yang terbaik…
*$*

Kesibukan menghadapi Mid Semester alhamdulillah sedikit membuat fikiranku teralih dari sosok Neva, ditambah lagi dengan beberapa aktivitas rohis dan masa orientasi klub pencinta alam buat mahasiswa baru yang full menuntut perhatianku…aku mencoba untuk tidak terusik kembali dengan apa yang baru saja terjadi diantara aku dan Neva.
Aku mulai terbiasa untuk mengisi malam minggu dengan kajian bersama di sekretariat mushola kampus atau diskusi lepas bersama aktivis kampus yang lain. Untuk beberapa pekan terakhir ini nyaris bayangan Neva tak pernah kudapati.
“ Vo, jadi benar kasak-kusuk loe mutusin Neva, cewek agro yang manis banget itu…? “, Robin antusias menanyaiku diikuti Joe, Andra dan Sebastian, konco-konco setiaku di klub pencinta alam kampus.
“ Hya, gitu deh…”, jawabku pendek…
“ Loe sakit ya,friend… masa cewek kiut,manja,seksi dan pinter kaya Neva loe sia-siain…atau emang benar gosip-gosip yang beredar itu… loe naksir sama si Ega…”, sambar Joe yang kutau diam-diam juga naksir berat sama Nevaku.
“ Ha, jadi benar nih… gara-gara si Ega …!!! ”, tuduh Bastian merespon gayaku yang sok cool alias malas ngeladeni bocah-bocah itu…
“ Emang sih, si Ega hot juga… dan gue liat-liat kayanya emang rada ngasih lampu ijo ke elu sejak masa orientasi klub minggu lalu, tapi masa Cuma gara-gara itu loe mutusin si Neva yang udah sebelas tahun loe pacari, kalo loe emang pengen dua-duanya kan loe bisa selingkuh…”, usul Andra yang langsung kusambut Istighfar dalam hati…
“ Hei, Friend… kayanya loe-loe pada mesti nginstall ulang loe-loe punya otak deh… ngeres mlulu dari tadi… gue nggak ada niat ngelaba Ega, dan gue putusin Neva karena sebuah alasan yang gue yakin loe-loe pada juga ga akan ngerti…!!!”, aku bangkit dari tempat dudukku…
“ Hei, mau kemana Vo, sori deh… kita-kita kan Cuma becanda… jangan jutek gitu dong…kita-kita ga akan rese’ lagi deh sama urusan loe… asal mulai sekarang mantan cewek loe yang aduhai itu boleh gue laba’ , gimana …!?!, paling cepat sepulangnya kita dari hiking ke Bukit Kelam minggu depan, gimana Vo… respon dong…!!!”, teriak Joe cs… Sinting, lama-lama aku bisa sinting ngeladeni otak-otak kotor macam begitu…
Akhirnya setelah menimbang-nimbang sebentar, aku memutuskan untuk mengarahkan mobil kembali ke rumah… kepalaku berat, sepulang dari lokasi hiking beberapa hari lalu mendadak tubuhku rada nge_drop… aku butuh istirahat sejenak sebelum rapat aksi sore nanti…
“ Vo, cepat kesini… Mas mau ngenalin kamu sama seseorang…!!! “, Aku baru saja memarkir mobil di garasi saat Mas Vero memanggilku. Mas semata wayangku yang baru dua pekan pulang dari studinya di State itu memang ekspresif banget dan paling heboh di rumah ini.
Sampai di ruang tamu, mami langsung mencegatku…
“ Loh,Mi…kok di sini… Mas Vero bawa siapa Mi…? “, tanyaku heran.
“ Jawab Mami yang jujur Vo, sejak kapan kamu putus sama Neva…? “, tanya mami tegas. Deg. Bagaimana Mami bisa tahu…? Padahal aku sedang mencari-cari waktu yang tepat untuk menyampaikannya pada Mami, karena aku tahu Mami sangat menyayangi Neva dan sudah menganggap gadis belia itu sebagai putrinya sendiri, terlebih karena di keluarga ini memang nggak ada anak perempuan, yang ada hanya aku dan mas Vero.
“ Hm… bulan lalu,Mi…sori Revo nggak sempat cerita sama Mami… tapi Revo niat kok cerita sama Mami…”, pujukku.
“ Kenapa kalian putus…? kamu punya gebetan baru ya…? ”,tuduh Mami..
“ Hya, nggak lah Mi… Revo Cuma nggak mau aja pacaran, banyak negatifnya…!!!”, elakku.
“ …atau karena kamu memang sudah bosan sama Neva, Mami ngerti sebelas tahun pacaran, mungkin kamu pengen nyoba’ pacaran dengan cewek lain karena Neva pacar pertama kamu…”, mami terus-terusan mengejar…
“ Mi, Plis deh… jangan mikir yang nggak-nggak… Revo nggak ada maksud buruk mutusin Neva, itu toh juga demi kebaikan Neva… dan kalau memang jodoh nggak akan lari kemanalah Mam …!!!”, hiburku… Mami mengangguk puas… dia merangkulku ke dalam…
“ Lama banget sih kamu, Vo… syukur calon istri Mas ini orangnya sabar dan pengertian, coba kalo yang cepat naik darah… berabe kan…!!!”, celoteh Mas Vero panjang lebar… namun aku tak memperdulikan kata-katanya , aku sibuk mengatasi keterkejutanku pada sosok yang sangat familiar di mataku bahkan pernah begitu lama mengisi sudut-sudut istimewa di hatiku… Ratu Nevanska Putricilla Mahendrapatti.
“ kalian pasti sudah saling kenal… Ratu mas ini kan teman kamu sekolah dulu…kuliahnya juga di kampus yang sama, Cuma karena beda fakultas mungkin kalian jadi agak saling lupa ya…?”, tebak Mas Vero,sok tahu…
“ Nggak kok,Mas… aku nggak lupa, gimana mungkin aku lupa… kita kan dari SD sampe SMA selalu sekolah di tempat yang sama, bahkan beberapa kali pernah sekelas…ya kan,Va…!!! “ jawabku santai…
Neva menatapku lekat, seolah menantang… aku berusaha tenang dan bersikap luwes, lagipula sebentar lagi dia akan jadi pendamping hidup Mas ku, kurasa itu saja sudah cukup untuk dijadikan alasan aku menjaga jarak dalam berhubungan dengannya.
“ Kami ketemu di perpustakaan, ceritanya lucu deh… kamu pasti nggak percaya …”, dan terurailah cerita yang menurutku biasa-biasa aja dari mulut Mas vero tanpa diminta… aku setor senyum tipis aja lalu pamit ke kamarku… Neva terus menatapku tajam, perasaanku nggak enak, apa ini bagian dari upaya balas dendamnya padaku… Kasihan Mas Vero, padahal dia sudah stil yakin ingin menikahi gadis yang baru dikenalnya beberapa hari itu…Kembali aku menarik nafas panjang, Neva sudahlah…
Kurebahkan kepalaku yang semakin bertambah-tambah beratnya, perlahan kupejamkan mataku sambil terus-menerus melafazkan istighfar dalam hati…
Hya, kini terasa lebih baik… memang sebaiknya aku tidur saja dulu sebentar…
Antara sadar dan tak sadar aku mendengar seseorang menyelinap ke dalam kamar, mungkin Mami yang ingin melanjutkan investigasi… Sudahlah,Mi…Revo butuh istirahat…
Kuhembuskan nafas teratur… namun instingku menangkap sosok itu semakin mendekat dan mendekat… kepalaku semakin berat dan mata ini sulit untuk membuka. Rabb, ini bukan mami dan dari parfumnya yang aku kenal baik, aku tahu ini siapa…!!!
“ Aku tahu kamu nggak tidur…”, bisiknya nakal di telingaku…
“ Kepalaku sakit,Va… dan pergilah sebelum Mas Vero memergoki kamu di sini…”, usirku dengan tetap memejamkan mataku… namun instingku menangkap gadis itu malah semakin mendekat … Ya,Rabb… gadis ini gila… dengan susah payah kutolak tubuhnya ...
“ Astaghfirullah…”, desisku dan aku segera beranjak … Neva menarik lenganku kasar dan memelukku erat-erat agar tidak pergi meninggalkannya.
“ Kamu jangan sok munafik deh,Vo… dulu kamu selalu menyukai kebersamaan kita seperti saat ini…!!! ” suaranya bergetar…
“ Iya, kuakui… aku khilaf Va… tapi syukurnya Allah masih menjaga kamu… masih menjaga aku… sehingga aku bisa menahan diri dari perbuatan terkutuk itu…”, tegasku seraya menjauh dan membuang tatapan darinya.
“ Munafik… aku nggak percaya kamu jadi sekolot itu, siapa sebenarnya yang sudah meracuni fikiran kamu… Ikhsan ?, atau Chandra ?, atau jangan-jangan si kerudung merah jambu, Nabila ? apa dia yang sudah merebut kamu dariku…? jawab Revoneo Fernanda… aku sungguh-sungguh nggak terima kamu jadi berubah kaya gini… sok ja’im… sok nggak butuh… apa coba yang aku nggak bisa berikan ?aku sudah tawarkan, kamunya aja yang nggak mau ambil…!!!” ketusnya…
“ Va, aku benar-benar nggak percaya kamu semurah ini… ternyata sebelas tahun pacaran tidak membuat aku mengenal siapa Ratu Nevanska sebenarnya… ternyata kamu nggak ada bedanya dengan cewek-cewek di luar sana… sungguh aku benar-benar sangat bersyukur telah memutuskan hubungan denganmu…!!!”, balasku tegas seraya cepat merapikan kemejaku dan pergi meninggalkannya yang sedang terpana di atas ranjangku.
Rabb, aku harus pergi dari rumah ini… kuseret langkahku ke garasi, melarikan black stream_ku ke jalanan dan memutar murottal keras-keras melampaui suara house music yang membahana dari mobil yang ada di sebelahku… Aku tak tahu harus kemana… tapi kepalaku berat…
“ … istirahatlah disini, tapi afwan nih… terpaksa ditinggal-tinggal… ana ada jadwal mengisi kajian adik-adik baru… afwan jiddan,ya Vo… assalamu’alaikum…”, Ikhsan pamit…
“ Syukran, San… oya jangan lupa miscal aku pas adzan ashar nanti ya…khawatir aja kebablasan sampe magrib, lagian kita ada syuro kan ba’da Ashar, So jangan lupa bangunin ane oke…!!!”, pesanku mewanti-wanti… Ikhsan mengacungkan ibu jarinya lalu berlalu dengan cepat meninggalkan aku di kamar kostnya…
Ternyata harus bersembunyi di ruangan sempit yang disesaki oleh buku-buku milik Ikhsan untuk aku sedikit mendapatkan ketenangan…
Ah, Neva… apa dia benar-benar telah kehilangan akal sehatnya hingga sanggup melakukan perbuatan hina itu, sungguh di luar dugaanku…Apa yang sebaiknya aku lakukan, menghalangi hubungan Mas Vero dengannya ?, menuntaskan persoalan dengan menanyakan apa sebetulnya yang diinginkan gadis belia itu ? atau pergi meninggalkan kota ini… lari dari segala persoalan yang menghimpitku…bijakkah…???
Kepalaku terus berdenyut-denyut, walau akhirnya sukses juga terlelap barang beberapa menit…
*$*
“ Hei,Vo… ikut yuk ntar malam… nonton bareng Neva di Plaza, wajahmu bete’ terus beberapa hari ini … mas kira kamu butuh sedikit refreshing deh…!!! “, tawar Mas Vero yang tiba-tiba muncul dan menstealing bolaku lalu menshootnya dengan sukses ke keranjang…
“ Sori deh,Mas… aku udah ada janji malam ini…! “, jawabku pendek.
“ Cari cewek deh,Vo… laki-laki tanpa perempuan cenderung terlihat kusut dan tak bergairah… hya seperti kamu sekarang ini…”. Celoteh Mas Vero… aku nyengir aja… sesaat sebelum kabur dari nasihat-nasihat percintaannya yang basi banget buatku.
Aku mengarahkan mobil keluar dari pagar dan bergegas menuju pusat kota. Kulangkahkan kakiku menuju salah satu toko buku terlengkap di kotaku, ada beberapa buku baru yang ingin kubeli.
Aku sedang khusyuk dengan buku yang ada di tanganku saat mataku tiba-tiba ditutup oleh seseorang yang muncul dari arah belakangku
“ Guess, who ? “, bisiknya ke dekat telingaku.
“ Neva, please… ! “, segera kulepaskan diri dari makhluk cantik yang sangat familiar di hatiku itu.
“ Really Glad to meet U in here… “, bisiknya manja seraya mengalungkan kedua lengannya ke leherku.
“ Neva, don’t touch me, ok… “, tegasku seraya menyelamatkan leherku dari rengkuhan lengannya .
“ No, I wont…”, balasnya nakal.
“ Neva, I’m sorry…”, kutolak keras tubuhnya yang kemudian terhuyung ke belakang lalu bergegas meninggalkannya.


Kulangkahkan kakiku dengan cepat diantara kerumunan orang-orang. Fillingku mengatakan Neva tak akan puas dengan penolakanku karena aku hafal benar watak mantan kekasihku itu. Semakin lebar kulangkahkan kaki-kakiku,, namun terlambat …seseorang telah berhasil menarik lenganku dan mencengkeramnya dengan erat.
“ Kamu nggak bisa pergi begitu saja dalam hidupku Revo… berhenti dan dengarkan aku… kumohon Revo…atau aku akan menjerit dan mengatakan pada semua orang di tempat ini kalau kau sedang menculikku…!!!”, ancamnya…
Aku menghentikan langkahku seketika. Mata si cantik berbinar dan sebaris senyum merekah hiasi wajahnya.
“ Baik, kita akan tuntaskan ini secara dewasa…”, tawarku…
“ Oke, kita ke kafe itu… kamu yang traktir !!! “, sambutnya sambil menunjuk kearah sebuah restoran mungil yang menjual aneka macam kue di pojok gedung .
“ Neva, apa sebenarnya yang kamu inginkan ? “, tanyaku to the point…
“ Aku ingin kita kembali seperti dulu… kembali menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai…dan bahagia … “ gadis itu mantap menyatakan keinginannya sambil lurus menatapku dengan tatapan memelasnya .
“…tatap mataku,Vo…lihatlah betapa besar cinta yang terpancar di sana… tidakkah kau sadari betapa aku menginginkanmu, Revoneo… “, dia mendekatkan tubuhnya padaku…menggunakan daya tariknya untuk memikatku…manis wangi parfum yang bersumber dari tubuhnya menyergap penciumanku…
“ Revo… apa kamu nggak ingat pada kenangan-kenangan indah kita dulu…?, mengapa kamu jadi berubah sejak bergaul dengan Ikhsan… diakah yang telah menjadi racun diantara kita…? “, lurus mata indah itu menatapku tajam, menanti jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya.
“ Aku tahu kamu tidak akan pernah puas dengan jawaban-jawabanku… karena pernyataan itu tak pernah ada dalam logika berfikirmu… aku sudah mencoba jujur padamu dengan mengatakan alasan yang sebenarnya… Va, aku nggak mau jadi muslim munafik…yang maunya mentaati perintah yang aku bisa dan aku suka saja, tapi menolak mengindahkan hal-hal yang Allah benci untuk ditinggalkan…”, kutarik tanganku dan kuatur jarak agar hatiku dapat lebih tentram menyampaikan isi hatiku padanya.
“ Va, aku tetap sayang Neva… dan Aku ingin menyayangi Neva dengan cara yang Allah ridhoi…, aku tahu telah begitu banyak kekhilafan yang telah kita lakukan bersama… kekhilafan yang harus aku tinggalkan kala aku telah tersadarkan … dan Ikhsan adalah salah satu dari sekian banyak orang yang telah membantu aku untuk teguh dengan komitmen perbaikan diri…”, kutarik nafas panjang perlahan…
“ Aku harap kamu mengerti, betapa aku nggak ingin menyia-nyiakan sisa hidup ini dengan kesia-siaan yang hanya akan menjadi penyesalan kita di akhirat nanti… Aku bersyukur hidayah itu telah datang dan memotivasi aku untuk yakin mengambil keputusan ini… walau ini berarti aku harus rela kehilangan orang yang sangat aku sayangi karena aku tahu sesungguhnya aku nggak akan benar-benar kehilangan… aku nggak akan benar-benar kehilangan, karena setelah ini aku berharap kita masih akan terus menyambung tali silaturohim ini… aku akan tetap jadi teman kamu… teman yang akan ada untuk kamu saat kamu butuhkan, percayalah…”, Neva tertegun sesaat, lalu membuang pandangan ke meja yang memisahkan kami.
“ Tak ada satupun kenangan kita yang aku lupakan,Va… dan untuk segala yang telah aku lakukan padamu, aku minta maaf… aku tahu maaf saja tidak akan pernah cukup untuk mengurai apa yang telah aku rajut bersamamu sebelas tahun terakhir ini… aku tidak memaksamu melupakan apa-apa saja yang telah terjadi di antara kita, karena bagi orang kebanyakan kisah kita memang amatlah manis untuk dihapus dari ingatan… aku…aku…aku hanya bisa minta maaf padamu dan mohon ampun pada Yang Maha Kuasa atas apa yang telah aku perbuat selama ini…”, kuteguk minuman dingin yang ada dihadapanku… Neva masih membuang tatapannya… tak sedikit pun dia berusaha mengangkat wajahnya seperti yang biasa dia lakukan kala menantangku.
“ Kamu gadis yang baik Va, aku bahagia bisa melewati hari-hari bersamamu… walau belakangan ini aku sedikit kecewa dengan tindakanmu… namun aku berusaha memaklumi kekalutan di jiwamu, sungguh… aku lakukan ini bukan karena aku bosan padamu, atau ada wanita lain yang mengusik hatiku…kuharap kamu mengerti sekarang, mengapa aku lakukan semua ini…”, kembali kuteguk minumanku…
“ Aku harus pergi…”, bisiknya lirih…
“ Va, kamu maafin aku kan…? “, kejarku , saat dia hendak bergegas meninggalkan meja.
“ Va, jawab pertanyaanku…! “, aku turut berdiri dan mencoba menghalanginya.
“ Ntahlah, Vo… banyak hal yang sungguh aku nggak ngerti… tapi ada satu hal yang aku ingin kamu tahu… aku menghargai keputusanmu… aku perlu waktu untuk mencerna kata-katamu… setidaknya apa yang kau katakan padaku barusan telah menjelaskan bahwa aku tidak kau campakan… karena selama ini, itulah yang kurasakan… dan Revo, kumohon… tepati kata-katamu untuk selalu jadi temanku… itu saja… “, selepas mengatakan itu Neva pun berlalu… Aku menarik nafas lega… Neva sayang, cepat atau lambat kau akan mengerti, hidup ini begitu singkat untuk disia-siakan… Allah telah mengatur dengan sebaik-baik dan seindah-indah cara untuk menyatukan hamba-hamba_Nya… dengan siapa, di mana bahkan kapan waktunya…semua telah diatur oleh_Nya, lantas mengapa kita harus berlaga sok tahu untuk mencari-cari sendiri pasangan hidup kita, hingga memboroskan waktu yang sebetulnya dapat dialihkan untuk kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat dan mendatangkan keridhoan_Nya. Jika saatnya tiba… akan dengan mudah Dia mencenderungkan hati ini… akan dengan mudah Dia lapangkan jalannya… dan pilihannya adalah yang terbaik untuk kita, karena Dia memberi sesuai kebutuhan … bukan keinginan… Bye Neva, I’ll always love you coz Allah…
( Pontianak, 12 April 2004, 01.40 dini hari…)


read more...

Kejutan Oky


Kejutan Oky

“ Cari Mas Oky ya, Mbak ?, “ tanya Noni yang tiba-tiba muncul dari balik pintu timur auditorium.
“ Hm, nggak tuh… , “ jawabku sekenanya . Noni mangut-mangut…
“ … yakin Mbak, nggak cari Mas Oky…? “ kejarnya lagi… aneh juga nih anak…
“ …Iya , nggak nyari dia, tepatnya memang tidak sedang mencari siapa-siapa, memangnya kenapa…? “ tanyaku dengan nada sedikit penasaran… Noni cengar-cengir sesaat…
“ Nggak kenapa-napa sih, Mbak…Cuma perasaan, dari tadi setiap yang datang kesini selaluuuuu yang dicari Mas Oky , jadi kali-kali aja Mbak kesini buat nyari Mas Oky juga… “ jawab si mungil sambil malu hati karena udah ngotot nuduh-nuduh seniornya.
Pfuiff, Oky lagi Oky lagi… kali ini hutang apa lagi tuh anak…
Tiba-tiba…
“ Eh, hei Wi… Assalamu’alaikum, … plis Wi, bantuin ane… plis plis… plis banget ya…!!! “ Oky kembali mengatur nafasnya yang semula naik turun tak karuan…
“ Wi, ane butuh pinjaman uang… ga banyak kok… cuma sejuta…”, sejuta…? Ga banyak…? Kali ini untuk apa lagi … ?, bukannya tiga hari yang lalu baru selesai melunasi hutangnya yang lima ratus ribu padaku…
“ Buat apa sih,Ky… ?”, tanyaku penasaran…
“ Ada deh… yang pasti kamu ga’ akan ketinggalan aku undang kalau persiapannya udah beres…”, jawabnya misterius…
“ …kok gitu sih jawabannya… aku kan sohibmu Ky, kalau ada apa-apa sama kamu setidaknya kan aku bisa membantu…”, balasku tersinggung dengan jawabannya yang sok misterius…
“ …nah itu dia, aku butuh bantuanmu untuk minjami aku uang satu juta, insya Allah akhir bulan ini segera aku lunasi… tapi kalau kamu ga’ keberatan awal bulan depan aja,ya…he he he…”, huh… sebel, masih sempat ngajak becanda lagi…
“ Aku ga’ bawa uangnya sekarang… kalau emang darurat banget, kamu aja yang ambil sendiri di ATM depan… nih ambil, kamu masih ingat pin nya kan…!”, aku menyodorkan kartu ATM_ku yang emang sudah rada lusuh lantaran sering berpindah tangan.
“ Oke, Syukran Jiddan ya Ukh…pasti kukabari… tapi ga sekarang … jangan manyun gitu dong…”, dia pun berlalu seraya mengucapkan salam buat semua yang ada di ruangan…
Selalu begitu… infirodhi… suka kerja sendiri… kalau udah terjadi apa-apa baru deh kelimpungan… Bundanya, Tante Dini juga sering mengeluh kok bisa-bisanya punya anak yang doyan bikin kejutan kaya’ Oky… kalo kejutannya selalu happy ending sih, oke-oke aja… tapi kalo rada nyeleneh dan berujung prahara, uiiihh… tuh anak emang yang paling bisa…!!!
Well, aku dan Oky emang teman lama… sangat lama bahkan basi banget karena kami sudah berteman sejak masih orok… tuh, keren kan…!!! Ga ada yang mau ngaku ini ide siapa… ketika dua bersahabat Tante Dini dan Mamaku kompakan melahirkan di hari dan rumah sakit yang sama. Emang sih, si Oky menang dua puluh menit dari aku soal siapa duluan yang bikin heboh ruangan persalinan dengan jeritan kita, tapi semua orang yang kenal kami percaya kalo Oky tuh jauuuuuh lebih panjang masa kanak-kanaknya dari pada aku… Ya, itu karena dia childish banget… kolokan lagi… sama aku yang anak tetangga aja dia kolokan… apa lagi sama ortu nya…!!!, dan celakanya saudara-saudara… setelah melahirkan Oky, Tante Dini terserang kanker rahim dan ga’ bisa melahirkan lagi. Peranakannya terpaksa harus diangkat untuk menyelamatkan jiwanya… eng ing eng : jadilah Aerioky Fairish Prasetyo satu-satunya anak laki-laki paling ajaib koleksian Tante Dini… tanpa saingan dan ga’ akan tersaingi… aih, amit-amit banget nyaingin dia…
Hik, Sory Ky… aku ga’ bermaksud ngejelek-jelekin kamu… walau sejujurnya kamu emang rada aneh dibanding cowok-cowok lain. Well, bagaimanapun juga sekarang kamu udah hijrah en bertekad jadi cowok sholeh yang dicintai Allah, Rasul dan orang-orang beriman … teguh dengan komitmen dan semangat juang menegakkan nilai-nilai kebenaran di muka bumi… maafin aku karena emang suka rada rese’ sama kamu… mungkin karena kita udah begitu lama sohiban … jadi ga’ cuma yang baik-baiknya aja tentang kamu yang kutau, tapi yang amburadulnya juga aku sudah hapal… he he he…
Gimana ga’ childish coba, kalo setiap kali sakit minta dikelonin bobo’nya… gimana ga’ di bilang kolokan, kalau sampe sekarang masih sering makan disuapin Bunda… alasannya sih ga’ sempat ngambil makan sendiri… , bukan itu aja… beli baju aja mesti bareng bokap atau nyokap… ga’ pernah bisa belanja sendiri… dulu-dulu sih sebelum jadi akhwat begini, aku oke-oke aja nemeni dia ke mall dengan imbalan ditraktir makan di resto atau kalau ga’ , ya nonton film baru di biokop… sekarang sih ogah… kaya’nya ga’ bakalan nolongin ke syurga deh kalo sekedar nemani bocah gede manja pergi belanja… tapi senengnya Oky tuh ga pelit-pelit amat, ga jarang lho aku nerima kado kejutan, namanya kejutan ya waktunya ga disangka-sangka… tapi sebelnya isinya itu yang suka nyeleneh en kadang ga sesuai kebutuhan… udah tau orang lagi program diet, eh malah dihadiahi tobleron… ga’ ku ku kan…(alasan dia sih, karena program dietku udah kelewat kejam), trus udah tau kalo aku paling alergi berat sama yang namanya puisi or sastra-sastra yang njelimet githu, eh dia malah dengan pedenya ngasih aku rekaman baca puisinya yang katanya menang lomba di kecamatan … ga manfaat banget kan…??? (kalo ini, alasannya karena ga baik kalo kita ga suka sastra, sastra itu kan bisa bikin lembut hati, Al_Quran aja sastranya tingkat tinggi) belum lagi pita rambut saat aku cepak (dia bilang,cewek cepak itu ga manis, huh sok kegantengan…) , atau buku diary padahal dia tahu aku benci nulis-nulis (menurut dia, menulis itu baik, untuk mengasah kepekaan jiwa dan mendokumentasikan berbagai peristiwa) … dan masih banyak lagi yang kutumpuk di kardus gudang belakang atau kusedekahin pada orang-orang yang lebih membutuhkan, seperti Mas Jody dan Mbak Dyan, dua kakakku yang hepi banget kala ketiban limpahan…
Waktu sekolah dulu, Oky pernah ngidupin petasan pas upacara bendera dengan alasan kado kejutan buat Pak Charles, Kasek yang ternyata ultah hari itu…, dia juga pernah memberi parsel berisikan lemon yang gede-gede buat Bu Nunung yang udah ngasi dia nilai sembilan untuk matematika, kenapa lemon…? Rupanya dia baru baca tips melangsingkan tubuh di majalah wanita, dan lemon hadiah yang tepat buat Bu Nunung yang gembrot, fikirnya… Tarisa, gadis model yang kebetulan sekelas dengan kami pun tak luput dari tingkah nyelenehnya…, dia pernah dapat hadiah frame yang cantik banget tapi di dalamnya ada badut berpose sok culun… terang aja Tarisa ngamuk, apa maksudnya ngasih do’I kado kaya‘ gitu…???, selain itu dia juga pernah mengorganisir anak-anak dengan predikat jawara lima besar dari tiap-tiap kelas untuk membentuk studyclub yang efektif membantu teman-teman yang rada ketinggalan pelajaran di luar jam sekolah. Tanpa dikira-kira dia malah menjadikan kesempatan itus sebagai medan persaingan untuk para bintang-bintang kelas tadi. Persaingan dalam berbuat kebaikan, mengajar dengan sabar dan bersemangat membagi ilmu yang dimiliki. Kepala sekolah salut sekali dengan idenya dan kalau tidak salah, tradisi yang dia inisiasi itu masih berlaku sampe sekarang.
Hya, itulah Oky… sohibku yang penuh dengan kejutan-kejutan…mungkin dia ga pernah bermaksud nyeleneh saat memberikan kejutan, hanya saja niat baiknya itu sering agak kurang pas waktunya atau emang kitanya aja yang ga peka dengan maksud kejutan yang dia buat. Btw, tetap ga seharusnya aku ngata-ngatain Oky… Afwan jiddan githu low.. !

“ Huk…huk… Assalamu’alaikum Wi…Oky, Wi… Oky…“, tiba-tiba Rere muncul sambil berlarian kearahku. Mulutnya komat-kamit sembari terengah-engah menstabilkan kembali pernafasannya. Wajahnya memerah, keringat bercucuran membasahi jilbab kaosnya.
“ …wa’alaikum salam… tenang Re, tarik nafas dalam-dalam deh… nih minum dulu…”, aku menyodorkan botol minum yang selalu kubawa kemana-mana dari dalam tasku. Rere meminumnya hingga habis… tarikan nafasnya perlahan kembali normal. Beberapa helai tisu telah basah dan terkulai pasrah dalam genggamannya…
“ …ada apa sih Re, ada apa dengan Oky…? “, tanyaku penasaran, setelah kondisi Rere telah menunjukkan tanda-tanda stabil.
“ Oky dikeroyok sama anak-anak Genk Sambal… “, Genk Sambal ? kok bisa…?
“ Ah masa sih Re…? emangnya si Oky cari gara-gara apa sama mereka ?, trus gimana ceritanya dia bisa jadi martabak telur eh babak belur gitu…? nah sekarang dia dimana…? Udah dilarikan ke klinik belum…? Butuh bantuan darah…? Golongannya masih AB kan…? Bundanya sudah dikash tahu …? Sekarang dia dalam keadaan sadar atau pingsan Re…? Duh, parah banget ya…? Berapa orang sih yang ngeroyok tuh anak…? Masa bisa kalah sih…? kan sudah sabuk hitam…!, payah nih si Oky… tapi dia ga ada niat balas dendam kan…?, tadi siapa aja yang nemeni dia berantem…? ga sendirian kan …?, aduh pasti berdarah-darah deh tuh… anak-anak Genk Sambal bawa senjata tajam ga…? Ga ada yang sampe game over githu kan…?…... “
“ Stop stop stop… kamu gimana sih Wi… nanyanya satu-satu dong… jangan maen berondong gitu… aku kan bukan terdakwa kasus korupsi milyaran rupiah… Ya sudah, sekarang kita sama-sama ke Klinik Nusa Indah… syukurnya saat kejadian ada Ridwan dan Jefry yang melihat dan melarikan Oky ke sana…”, Rere pun langsung menggelandang aku ikut dengannya menuju Klinik Nusa Indah yang tak begitu jauh dari komplek dosen di lingkungan sekitar kampusku.
Ruangan sederhana yang biasanya lengang itu kali ini tampak hiruk pikuk oleh anak-anak musholla kampus yang telah lebih dulu datang ke klinik. Ada Johan, Heru, Yudi, Amar dan tak ketinggalan Ridwan plus Jefry yang sudah nolongin Oky dari kroyokan anak-anak Genk Sambal.
“ Harap tenang ya Saudara-saudara, pasien perlu istirahat…sebaiknya jangan terlalu ramai yang menjenguk, gimana kalau gantian aja ntar sore… lagian sekarang pasiennya juga belum siuman…”, Zuster Anita dengan sabar memperingatkan anak-anak yang masih heboh membicarakan kronologis kejadian tak menyenangkan itu.
“ Iya, maaf Zuster, kita balik ke musholla aja dulu lagian sudah ada yang gantiin kita-kita nungguin Oky “, Johan angkat bicara mewakili anak-anak yang lain sambil pasang isyarat ke arahku yang dia maksud datang menggantikan mereka menjaga Oky. Anak–anak bersiap akan meninggalkan ruang klinik, sebelum benar-benar cabut aku menahan Ridwan dan Jefry buat nyeritain semuanya dengan komplit. Aku benar-benar penasaran nee…
“ Afwan Wi, sebelum colaps Oky keburu berpesan…kalau penyebab peristiwa ini tolong dirahasiakan dari siapa pun termasuk kamu… itu pula sebabnya Oky melarang kami menghubungi orang tuanya untuk memberitahukan tentang accident ini… “, Jefry coba menjelaskan… Bah, pake maen rahasia-rahasiaan lagi… nih anak emang ga ada kapok-kapoknya bikin masalah…
“ Iya,Wi… kita terlanjur udah janji sama Oky… kalau kamu emang penasaran, tunggu aja sampe dia sadar en cerita sendiri… kita udah terikat janji…”, timpal Ridwan menguatkan alasan Jefry.
“ Ya, sudah… biar Tiwi tunggu sampe Okynya sadar aja… jazakumullah ya…! “, aku pilih mengalah dan merelakan kepergian Jefry dan Ridwan yang sudah menolak berbagi cerita tentang musibah yang menimpa Oky padaku…
Ugh, plis deh Ky… kenapa sih harus pake acara bonyok-bonyokan begini segala…
Aku duduk lemas di samping ranjang klinik, di dekatku ada Rere yang mulai sibuk dengan hafalan haditsnya. Bekas-bekas pukulan tampak jelas pada pipi kanan Oky sedang pada sudut bibirnya yang pecah masih sesekali menitikkan darah. Lengan kemejanya juga robek. Ups ini kan kemeja yang jarang dipakai Oky… biasanya dia baru akan menggunakan kemeja ini pada momen-momen spesial seperti saat diundang pada ulang tahun perkawinan mama dan papaku bulan lalu. Lantas kenapa hari ini dia mengenakan setelan istimewa ini...? pake digebukin segala lagi… ada apa sih sebenarnya…?
Setelah satu setengah jam terkantuk-kantuk di sisi ranjangnya, Oky baru menunjukkan tanda-tanda siuman… matanya yang lebam perlahan-perlahan terbuka sedikit… mulutnya mulai komat-kamit ga jelas, sepertinya dia kesulitan bicara karena sudut-sudut bibirnya yang pecah tampak sangat perih…
“ Udah deh Ky, jangan ngomong apa-apa dulu… kamu istirahat aja yang banyak … biar lekas sembuh dan secepat mungkin kembali ke rumah, aku khawatir diteror sama Bunda kamu, ditanya-tanya seputar kamu yang ogah banget untuk aku jawab .”, Sebetulnya dibalik kekesalanku melihat jasad saudaraku yang sudah lecek ini ada juga rasa iba… gimana nggak, Oky kan selama ini terkenal baik dengan siapa aja… termasuk Genk Sambal, dia benar-benar bukan tipe yang suka nantang-nantangin berantem, tapi kenapa coba… kejadian seperti hari ini bisa terjadi. Ah,Oky…
Genk Sambal memang terkenal barbar, sebetulnya beberapa diantara mereka adalah kakak-kakak tingkat kami yang sudah di DO. Aktivitas dulunya sih ngeband, tapi karena ga pernah menang festival satu kali pun personil Geng Sambal satu persatu mulai menunjukkan gejala stress. Liat aja penampilan mereka yang primitif banget… harusnya mereka ke laut… jadi bajak laut githu… karena kalo di darat, benar-benar salah habitat. Tapi sebenarnya anak-anak Genk Sambal secara perseorangan ga’ horor-horor amat. Mereka respek kok sama anak-anak Musholla, apalagi Oky yang suka ngasih jatah kue lebih sisa acara-acara ke mereka. Lantas, kenapa hari ini jadi beringas…? Apa giliran Oky yang ngotot ngambil kue mereka sementara mereka ga sudi ngasih…? Aih, bukan Oky banget githu low… Aku masih bengong di sisi Oky, jujur aku penasaran dan gemes banget pengen ngorek informasi yang sahih dari mulutnya, tapi tentu aja aku ga tega maksain sudut-sudut bibir yang pecah itu buat komat-kamit nyeritain detail kejadian yang sebenarnya. Oky juga tampak serba salah, kentara kalau dia pengen ngomong sesuatu, tapi ga kuat…
“ Kasih kertas sama pensil aja,Wi…”, Rere menggoyang-goyangkan tas punggungku.
“ …tapi tangannya kan juga cedera,Re…”, jawabku dengan nada kasihan… di luar dugaan Oky mengangguk…
“ coba aja dulu…”, pintanya lirih… namun tiba-tiba dari luar kamar terdengar suara gaduh. Aku urung mengeluarkan pensil dari tasku… Rere bergegas melihat apa yang terjadi. Aku meneruskan kembali mengambil kertas dan pensil untuk Oky…
“ … Gawat,Wi… Geng Sambal nyerbu kemari…!!! “, wajah Rere mendadak pucat… jelas-jelas panik dengan apa yang baru dilihatnya di luar. Bulu kudukku merinding… kertas dan pensil ditanganku jatuh seketika… hiiii syereeeem… so gimana neee… pada saat aku masih sibuk dengan kebingunganku, Bang Jali_ Master Genk Sambal tiba-tiba saja menerobos masuk ke ruangan. He, jangan dikira aku takut ya… masa mujahidah takut sama beginian… ga level, gemuruh genderang perang membahana di kepalaku… Aku sudah akan bersiap-siap melindungi Oky, sedang makhluk yang akan kulindungi ini tampak kalem-kalem saja, bahkan tersenyum menyambut Bang Jali. Subhanalloh… benar-benar mental mujahid sejati, mau mati aja masih pake senyum-senyum segala ke algojo Sambal_ sang eksekutor.
“ Eh,Ky… keadaan lu gimana… ya amplop sampe bonyok githu dikerjain Lontong ame Lupis “, dua staf Bang Jali yang punya nama asli Lilo Susanto dan Dudung Lubis.
“ gue denger Pete ame Terasi ikutan juga ya…”, sambarnya sok ngakrab. Terang aja aku jadi bengong… Pete…? Terasi…? Kaya’nya anggota baru deh, aku ga kenal tuh…! Oky masih tersenyum ramah…
“ Lu pasti payah ngomong ya… ya udah kagak usah ngomong… gue sama anak-anak kesini asli cuma pengen minta maap ame elu… Lontong, Lupis, Pete dan Terasi udah gue nasehatin tentang penting dan manfaatnya disunat… sekarang mereka udah pada mau kok…”, Ha…belom disunat…?
“ bai de wei, dengan kejadian ini lu ga lantas berubah pikiran buat nyiapin acara sunatan massal untuk anak-anak kampus kita kan, Ky…? “, tanya Bang Jali dengan ekspresi penuh harap. Oky menggeleng sambil tetap tersenyum manis…
“ Siiip, soalnya gue mau nitip adek bungsu gue yang juga belon disunat… boleh ya Ky…itung-itung sebagai imbalan gue udah nolongin lu mujukin anak-anak buah gue yang belum sunat biar mau ikutan acara sunatan massal anak-anak musholla…boleh ya Ky…”, pintanya memelas. Kali ini Oky mengangguk tanpa sedetik pun wajah itu lelah untuk memberikan senyuman…
“ Lu emang sohib gue Ky…!, sekarang gue dan anak-anak cabut dulu ye… kasian mereka udah nunggu lama di luar… sebenarnya sih mau gue ajak masuk, tapi dilarang ama Zuster Anita… alasannya sih bau badan kite yang katenye rada-rada pait bisa bikin lu pingsan lagi… ade-ade aja tuh Zuster… tapi ga masalah lah… lagian mereka ga keberatan kok ditemeni Zuster Anita di ruang tunggu… mereka titip salam buat lu… nah, gue sekarang cabut dulu,ye Ky… semoge cepat sembuh… biaye berobatnye lu yang tanggung dulu ye… Kas Geng Sambal lagi payah nee… ga papa kan… dah ya, Assalamu’alaikum…”, setelah berpamitan pada aku dan Rere, Bang Jali pun cabut beserta kru-kru yang emang bau badannya pahit selangit . Oky bilang sih mereka pada rajin mandi di empang dekat laboratorium belakang, tapi soal ganti baju… itu yang amat dengan sangat meragukan… weleh-weleh…
Kami sama-sama terdiam di ruangan Oky, bermacam-macam fikiran bermain di kepalaku… seberkas perasaan penasaran dan kesal di hati perlahan melayang pergi, meninggalkan rasa bangga dan salut pada seorang sahabat kecil bernama Oky…
Oky… Oky… sunatan massal tho…bo’ ya bilang-bilang githu loch…
(Pontianak,31 Maret 2005)



read more...

Design by Blogger Templates