Elegi Melati


Elegi Melati

“ Sorry, Dad… besok Sya ada kuis nih, jadi nggak bisa ikutan dinner di rumah Pak Walikota…”, Daddy mengerutkan dahinya… sepertinya dia agak-agak nggak ridho ngedenger berita yang baru kusampaikan.
“…sebentar aja, Masya…Daddy ingin ngenalin kamu sama Fero, keponakan Pak Wali yang baru selesai studi di State…ayolah, sayang…!!!”, pujuk Daddy lagi. Ini dia nih, yang sebenarnya aku hindari…that’s enough deh, Dad ngejodoh-jodohin aku… terima deh, sekarang aku udah jadi akhwat betulan… udah nggak level perjodohan model beginian…rutukku dalam hati.
“ But Dad, bahannya banyak banget you know…”, aku mulai memelas… Daddy melepas kacamata bacanya dan memintaku duduk sejenak di sofa bersamanya.
“ Listen, Masya Honey…You know that I always want to give you the best thing in the world… so let me to do it for you…!”, pintanya serius sambil merangkulku hangat. Dad, I love you… but please…
” I know… just not this way, ok…”, bisikku sambil menenggalamkan kepalaku di dadanya… sesaatku kudengar tarikan nafas panjang yang dilepas perlahan dengan berat…
“ You’re so different… always different… just like your Mom…”, balasnya berbisik sebelum akhirnya dia merelakan keputusanku untuk tidak ikut bersamanya makan malam di rumah bapak walikota. Thanx God…at least aku nggak mesti ketemu sama temen-temen seprofesi Dad , raja hutan yang bermata haus dollar…nggak mesti dengerin omong kosong pejabat yang sedang khusyuk meneteskan liur menjilat…dan berkenalan dengan Fero Presto Notonegoro yang sudah lebih dulu kukenal sebelumnya, Prince of Drugs… berjodoh dengannya…???, please dech…
Ziiiing, mataku berkunang-kunang lagi… kepalaku kembali pusing…padahal buku Risalah Pergerakan Pemuda Islam tulisan Musthafa Muhammad Thahan milik Bunda zaman kuliahnya dulu begitu menggoda untuk dituntaskan malam ini. Kuletakkan perlahan kepalaku di atas meja belajar, kupejamkan mata berharap sakit ini akan sedikit berkurang…nihil, yang ada malah leherku menjadi tegang dan kondisi ini memaksaku untuk segera mematikan lampu belajar dan berbaring dalam keremangan. Seperti inikah sakit yang dirasakan Bunda dulu sebelum meninggalkan kami, penyakit kepala macam beginikah yang merenggut nyawanya sepuluh tahun silam…? Lama… sampai akhirnya kuputuskan untuk mengikhlaskan bahkan menikmati rasa sakit ini… rasa sakit yang bersumber pada tempat yang sama dengan penyebab kematian Bunda…
—™

Wanita itu sangat cantik, tampil agung dan anggun berbalut gamis sederhana plus jilbab senada di kesehariannya… posisinya sebagai permaisuri seorang presiden direktur sebuah perusahaan ternama sama sekali tak mempengaruhinya untuk mengubah penampilan … tak tersirat keharusan untuk bergaya mutakhir seperti wanita-wanita lain yang berada di level sama dengannya. Namun begitu, bak sekuntum melati… dia selalu mempesona… lengkap dengan senyum kharismatik dan tutur kata yang dalam penuh makna, …Inner Beauty terpancar utuh dari dalam dirinya… hingga Tn. Erlangga Prasetya selalu merasa menjadi lelaki paling beruntung di dunia kala menggandeng mesra tangan wanita yang telah diperistrinya … Kanty Sekarini, Kanty Prasetya, dia memanggilnya. ..
Wanita itu memeluk erat rangkaian bunga yang sangat indah, sesekali melirik mengagumi keindahan perpaduan warna – warna yang terjalin di sana. Langkahnya ringan berirama…Jika saja ada cermin besar dihadapanku , dapat kubayangkan betapa manisnya senyumku saat ini…memandangi bunda berjalan ke arahku, menebar senyum dan mengulurkan sekuntum melati dari rangkaian bunga yang dipeluknya kepadaku… Bunda… tapi ternyata sosok itu hanya lewat dan menembusku…tak menghampiriku….Bunda, Sya kangen…!!!, Setitik cairan mengalir basahi pipiku…aku terjaga, kembali Bunda hadir dalam mimpiku…Alarm HP berbunyi, Subhannallah sudah jam tiga dini hari, segera kubergegas mengambil wudhu dan bersiap untuk qiyamulail.
Malam ini bukan untuk yang pertama kali Bunda hadir dalam mimpiku, sebelumnya telah begitu sering… setiap hatiku lelah menelan nasib negeriku di tangan kedzaliman penguasa durjana…setiap kupinta Allah memberiku kekuatan tuk bertahan dan terus berjuang menegakkan Al Haq dan menumbangkan kebathilan… Sosoknya Dia kirim untuk menguatkanku… Terima kasih ya,Rabbi…
—™
“ Besok kita aksi lagi… Ina,tolong atur penggunaan aksesoris …Temi, jangan lupa nanti sore ikut Mbak rapat settingan akhir, Oya, Tri…obat-obatan kita masih cukup kan untuk sekali - dua kali aksi lagi ?, Tari bantuin Tri urus perlengakapan P3K ya…, Hm, Nita & Arisa tolong mobilisasi mahasiswi baru dan adik-adik tingkat di bawah kalian, biar Mbak Masya dan Mbak Rei yang mobilisasi senior diatas kalian…yel-yel dan ketikan lagu-lagu plus selebaran-selebaran tolong diperbanyak ya Win, dananya minta sama Mas Egy, oya ingatin Mas Egy untuk menghubungi Mas Dani agar segera membuat pers realese….bla…bla…bla…bla… “, Aku sibuk atur sana atur sini saat Indy berlari terburu-buru memasuki ruang rapat khusus akhwat …
“Ass…sa…lam…mu’alai…kum….hosh…”, dia masih terengah-engah, Tari segera menyodorkan segelas air mineral ke arahnya… glek…glek…selepas minum, kembali akhwat lincah bertubuh mungil itu menata rapi aliran pernafasannya…
” Gawat, Sya…polisi menangkap Egy…”, Tri meminjamkan saputangannya untuk mengelap keringat yang bercucuran membasahi wajah kemerahan itu...
“ Innalillahi, atas tuduhan apa Egy ditangkap, Ndy…? “ tanyaku bingung, jantung di dadaku berdebar kencang …Egy,bagaimana bisa ya Rabb…
” perencanaan pembunuhan…!!! ”, jawabnya getir …fitnah apa lagi ini…? Rabbi….
“ Temi, teruskan persiapan aksi… Mbak Masya pemisi dulu…Assalamu’alaikum…! ”, Rabbi…lindungi Egy…tak terasa cairan bening telah memenuhi pelupuk mata dan siap meluncur membasahi pipi…segera kularikan civic city Z melintasi jalan raya menuju kantor polisi di mana Egy diperiksa…
“ Tenang, Sya…bersama Egy ada Arya, Jody dan Dani…sebaiknya kita bantu mencari solusi…”, Indy mencoba menenangkanku… sebuah SMS masuk , Arya memintaku menghubungi pengacara secapatnya, kutekan nomor firma hukum langganan keluargaku,
“ Assalamu’alaikum…Bu Santi, bisa buatkan saya pointment untuk bertemu dengan Pak Hadinata…? “, aku mengalihkan arah mobil ke kantor Pengacara Hadinata.
Gedung megah yang beku dengan pendingin ruangan ini tampak lengang saat kulangkahkan kaki mantap menuju ruangan Pengacara Utama pemilik salah satu firma hukum paling terkemuka di kota ini.
“ Maafkan saya Nona Masya, saya menyesal tidak bisa membantu Anda dalam penyelesaian kasus ini…”, Pengacara Hadinata mangangkat tangan penuh arti. Indy menggenggam erat tanganku, dia tahu persis kekecewaan yang terpancar dimataku.
—™
Kutatap lurus langit-langit yang berada tepat di atasku… nelangsa…
“ Honey, You’re Ok ? “, Dad masuk dan duduk di pinggir tempat tidurku.
“ Dad, Pengacara Hadinata itu, oppurtunis banget ya…?!, kenapa sih Dad, milih dia buat jadi pengacara keluarga kita… Sya, neg banget liat gayanya… nggak idealis…”, aku mengambil posisi duduk tegak menghadapnya.
“ …but he’s the best to handle my bussiness & our company’s problem, that’s the reason why I choose him… Well, I know you disappointed about what he say this afternoon, and I’m sorry about Egy… Actualy I don’t really like to see you’re activity right now, there’s no benefit to your future… that’s what I say to you’re mother when she still a life & now, to you …”, Dad mencium keningku lalu keluar meninggalkanku. God, I missed my mom…
—™
Wanita itu tersenyum, dia melangkah pasti penuh keyakinan bersama peserta aksi lainnya… aksi menyuarakan keadilan untuk umat… dia dan jilbab putihnya yang berkilau di timpa terik matahari… dia dan semangat yang terbakar membara menyisakan titik peluh yang mengalir di dahinya… Bunda… dia Bunda yang menggenggam erat tanganku kala berjalan bersama menyusuri kota menggemakan suara takbir… Aku selalu bangga padanya… dia yang telah Kau panggil kembali karena kecintaan_Mu ya, Rabb…
Kembali mataku berkaca… Bunda, Sya kangen merdu suaramu menyenandungkan nasihat nan sejuk di hati, bisikan syahdu doamu yang menggetarkan sanubari, bara takbir yang kau kobarkan membakar semangat , Sya kangen Bunda… pada harum tubuhmu, hangat pelukmu, lembut sentuhanmu…Rabb, terima dia disisi_Mu…
—™
“ …Gimana perkembangan Kasus Egy , Dy ? “, tanyaku pada Jody yang menghubungi Pengacara Rahadi, pengacaranya Ust. Zamani.
“ Masih mengkhawatirkan…”, Jody menundukkan kepalanya… “… polisi mulai mengkait-kaitkan kasus ini dengan kasus Ayah Egy yang pernah ditahan zaman kuliahnya dulu dengan tuduhan yang sama, …kita berdoa saja persoalan ini tidak bertambah rumit “, Jody menarik nafas panjang, jelas tampak sangat kelelahan .
“ Dy, Ayah Egy_Prof. Asyahid sudah dihubungi kan ? “, tanyaku memastikan. “ Arya yang menghubungi, Insya Allah nanti malam tiba dengan pesawat terakhir…
”, Prof. Asyahid…, Egy sering bercerita tentang ayahnya yang aktivis dakwah kampus semasa kuliahnya dulu . Dia tak pernah bosan membagi informasi, thauziah dan semangat berjuang yang disampaikan oleh Ayahnya lewat layangan surat, e_mail, SMS atau interlokal. Ayahnya yang tetap istiqomah menapak jalan da’wah sekalipun telah bergelar professor . Aku selalu berharap Allah mengizinkanku untuk bertemu dengan sosok yang begitu dicintai oleh sahabatku, sosok yang begitu mewarnai hidupnya, sosok yang selalu kurindukan hadir 5 % saja dalam paradigma berfikir My beloved Daddy…Astaghfirullah, ampuni hamba_Mu yang kurang pandai bersyukur ini ya Rabb , tapi salahkah aku mengimpikan memiliki ayah yang punya semangat berjuang demi umat seperti Prof. Asyahid_Ayah Egy, sahabatku…?
—™
“… Besok sempatkan makan siang bersama Dad, Masya… ada kolega Dad yang ingin bertemu denganmu…” , Dad menyapaku yang sedang khusyuk dengan hafalan hadits terakhirku.
“ Dad, besok jadwal Sya penuh nih… ada janji ketemu dosen !”, elakku.

“ You’ll be surprise if you know who is she ! ”, Dad menyimpul senyum rahasia. “ She…???”, aku mengerutkan dahiku.
“ Who is ‘She’ , Dadd…? ”, kejarku…
“ Mam’zelle Estheun…, Me & you’re mother’s best friend when we’re high schooli“, serunya… I know her, Esthy was my mother’s close friend, but I’m not real sure, she was my mother’s best friend, coz I know really exactly, the real friend of my mother are true Moslems, mukmin, people who loves Allah & The Messenger …!!!.
“ Estheun, really miss you… your character are really looks like Kanty… there’s so much thing she wants to share with you… join with us tommorrow, ok… !!! “, Dad meninggalkanku. Dad cenderung mendekatkanku dengan teman-temanya & Bunda semasa SMA dari pada teman-teman kuliah Bunda, dia bahkan nggak suka aku cari-cari tahu tentang aktivitas dan teman-teman dekat Bunda sewaktu kuliah dulu . Sejak Bunda tiada, Dad nggak pernah ngizini aku kembali ke Pontianak, kota di mana Bunda menghabiskan masa kuliahnya, terlebih ketika Almarhumah Nenek turut Dad bawa pindah ke kota ini, tuntas sudah riwayat keluargaku di kota itu. Aku tertarik untuk kembali, setidaknya perjalanan itu menjadi salah satu impianku… entah kapan, mungkin setelah Allah mengizinkanku untuk dipersunting oleh seorang lelaki shalih, mujahid pembela agama_Nya yang sudi menemaniku merentas sejarah mengarungi Sungai Kapuas yang membelah kota itu dan berteduh dari sengatan mentari yang sinari Kota Khatulistiwa …tak terasa bibirku mengukir senyum…
—™
Hari masih pagi, sinar matahari masih ramah menyapa embun yang mulai mencair di dedaunan. Kutarik nafas dalam-dalam sambil merentangkan kedua lengan lepas bebas, meniru kebiasaan Bunda setiap pagi sebelum berkeliling taman menyapa kuncup-kuncup bunga yang mulai bermekaran.
“ Bunda sama cantiknya seperti bunga itu…!!!”, tunjukku pada sekuntum bunga yang mekar sempurna di sampingnya. Biasanya dia akan tersenyum dan menjawab,
“ …dan putri kesayangan Bunda sama cantiknya dengan bunga-bunga di taman hati orang-orang mukmin …”, lalu dia akan menciumku dan kami saling berkejaran di antara rumpun-rumpun heliconia…tak jarang Dad segera mengambil kamera dan mengabadikan dua bidadari terkasihnya bak kupu-kupu terbang menari-nari di taman asri istana dunia.
“ You miss her, ha ? “, sapa Dad sambil menjepretkan kameranya dua kali sebelum aku menoleh ke arahnya…
“ I always miss her, but I’m ok…!!! ”, jawabku cepat dan kembali Dad menyuruhku berpose diantara rumpun bunga-bunga… aku dan Bunda paling senang difoto dan fotografi adalah hobi Dad dari remaja…
Dad mengajakku berkeliling taman, tanpa alas kaki kami mulai menelusuri lika-liku hamparan aneka macam tanaman yang tertata apik oleh mendiang Bunda semasa hidupnya. Sesekali kami berhenti di dekat tanaman-tanaman tertentu , mengamati dan mengulang sejarah pohon itu bisa sampai ke taman ini. Sesekali kami tertawa dan menyimpul senyum, teringat kembali kegigihan Bunda mengumpulkan tanaman-tanaman unik itu… Bunda yang gemar berpetualang…mendaki gunung, menyusuri pantai, menjamah hutan…
“ Dad teman high schooll Bunda kan ?, Dad bilang banyak tuh yang suka ngedeketin Bunda, terus gimana ceritanya Bunda jadi lebih milih Dad ketimbang Oom – Oom yang lain…? “, tanyaku antusias. Wajah Dad memerah, ih lucu…kaya masih ABG aja…
“ Karena Dad sungguh-sungguh … Dad, selalu berdoa agar Bundamu, … memahami perasaan Dad…”, hening sesaat…
”…tapi jelas nggak gampang karena Bunda kamu tipe wanita yang care banget sama orang lain, jiwa kemanusiaannya yang tinggi menjadikan kita jarang banget bisa ngomongin tentang kita … khusus tentang kita… “, Dad menengadah ke langit…
“ Dad nyaris mutusin untuk mundur saat Dad melihat betapa bahagianya Bunda kamu ketika berada di sisi orang lain yang lebih siap en selalu ada di dekatnya saat dia butuhkan… “ Mata tua itu mulai berkaca-kaca…
”…kamu tahu sendiri deh, Dad kan sibuk banget waktu masih aktif di OSIS dulu…dan dengan berat hati Dad mencoba untuk mengikhlaskan Bundamu…” kali ini Dad menunduk dalam… ada jeri menusuk dadanya… kami lalu duduk di bangku taman. “ Sakit… Jauh dari perkiraan , ternyata sangat menyakitkan ketika harus mendapati Kanty_melatiku duduk dan belajar bersama dengan lelaki lain, bercanda, nonton, mengobrol hangat… Untuk pertama kali dalam hidup Dad merasa sangat takut kehilangan orang yang Dad sayangi…Well, She’s My First Love, you know… “, Dad merangkulku…
“… lalu bagaimana kalian bisa kembali bersama …? ”, tanyaku penasaran.
“ Dad berdoa…nggak pernah putus berdoa. Dad kembali maju dan berjuang mendapatkan perhatian Bunda… namun ternyata di saat yang sama ada seorang gadis yang juga naksir sama Dad, Well… mula-mula menyulitkan memang… tapi ternyata, diam-diam Bundamu cemburu berat… Esthy , sobat karib Bundamu yang cerita sama Dad…kalo Bunda selama ini menderita dengan sikap Dad yang dingin dan sok sibuk plus kurang ngasih perhatian ke Bundamu_Melatiku… ah, Bundamu itu asli manja banget waktu sekolah dulu… tapi sejak Dad tahu Bunda juga menaruh perasaan yang sama, Dad janji dalam hati , Dad janji sama Tuhan, Dad nggak akan menyia-nyiakan Bunda… Dad cinta banget sama Bunda kamu…Tidak akan ada yang bisa menggantikan dia, menggantikan melati di taman hati ini… Tidak akan ada… “ kembali mata tua itu menerawang jauh ke langit … seolah tampak sebentuk wajah yang begitu dia kasihi di sana…sebentuk wajah melati di hatinya.
“ …tapi kalian kan terpisah saat kuliah… gimana ce…”, Dad segera menggeleng… “ Sudahlah matahari sudah tinggi, Dad mo mandi dulu… nanti terlambat ke kantor, yuk ah Dad duluan ya… kamu juga jangan terlalu lama , nanti berubah jadi pohon jambu…!!!”, potongnya sembari guyon mengalihkan pembicaraan. Dad selalu begitu… selalu menolak jika aku menanyakan cerita masa kuliah Bunda… saat Bunda menjelma menjadi seorang aktivis da’wah, hijrah menuju jihad fii sabilillah… Why Dad…?
—™
Lelaki paruh baya itu berdiri tegak membelakangiku, tegap…gagah…aku sendiri tak tahu mengapa mata ini begitu terbius pada sosok yang tegak berdiri itu…lama aku tertegun menikmati pundaknya yang tampak sangat kokoh… Astagfirullah, gadhur bashor Masya…. lelaki itu pastilah seusia dengan ayahku, tapi siapa dia ?, ribuan tanda tanya menyergapku… dan aku semakin terpesona karenanya, seolah ada ruh dan jiwa lain yang turut merasuk ke sukmaku dan turut menyaksikan sosok makhluk yang berdiri tegak di hadapanku… aneh , di antara rasa takjub itu tersirat pula rasa rindu…kerinduan yang mendalam, rindu yang sangat indah… rindu yang terasa begitu mulia… rindu karena_Mu ya Allah… tapi bagaimana mungkin ?, bagaimana mungkin aku merindukan seseorang yang tak pernah aku temui seumur hidupku… mungkinkah rindu itu milik jiwa lain yang merasuk di jiwaku…air mataku jatuh… Rabb, bagaimana mungkin… jiwaku tergoncang, dengan segenap energi yang tersisa kulangkahkan kaki ke arahnya… namun tiba-tiba Indy muncul dan menarikku ke pinggir lorong…
“ Indiana Siregar…, ada apa sih…? “, tanyaku sambil cepat menghapus air mata yang sudah dan akan terjun bebas dari sudut mataku… kutenangkan gejolak hatiku…
“ aku dengar kasak-kusuk di luar sana, mereka akan melepaskan Egy, melepaskan Egy Asyahid…!!!, Just like we thought, there’s no evidence, Ukhti… !!! “, Alhamdulillah… kali ini air mata itu benar-benar tak sanggup lagi aku lerai…
“ ya ampun… dia malah nangis, tahmid dong, Non …!!! ”, Indy menepuk pundakku…aku mengangguk kulafazkan tahmid dengan segenap rasa syukur yang mendalam … Terima kasih, ya Rabb…
“ Hm, Ndy… yang tadi berdiri membelakangiku itu siapa sih… ? ”, tanyaku hati-hati.
“ Ooo… itu Prof. Asyahid, ayahnya Egy… masih ganteng kan…?, kenapa, mau jadi ibu tirinya Egy… Prof. Asyahid sudah lama menduda lho… dua istrinya sudah lama mendahului… nggak ada yang lama, paling lama dua tahun…tuh, seru kan… mo jadi yang ketiga nggak ?…mau ya… Ustadz tulen lho, sama kaya’ Egy suka berpetualang…cocok tuh, sama kamu…!!!”, Indy terus nyerocos, aku sudah tidak begitu memperdulikan lagi apa yang keluar dari mulutnya, kakiku membawaku bergerak mencari sosok lelaki itu… Prof. Asyahid… aku tak tahu mengapa segenap yang ada dalam diriku mendesakku untuk datang menemuinya.
Langkahku terhenti pada pertemuan yang mengharukan antara seorang anak lelaki dengan ayah yang sangat dicintainya. Egy melambaikan tangannya ke arahku…
“ Sya, perkenalkan… ini ayahku…!”, lelaki itu tak kalah terkejut kala menatapku, setidaknya aku menangkap kesan itu walau hanya sekilas saja .
“ …siapa namamu , nak …? “, tanyanya dengan suara yang begitu indah (jadi ingat cerita Egy kalau ayahnya mantan munsyid kondang di kampusnya dulu…)
“ Masya, Pak… Azka Dharmasya Putri Sekarini Prasetya…”, MasyaAllah, mengapa jadi menyebut nama lengkap begini …sungguh aku tidak bermaksud memamerkan nama kedua orang tuaku…
“ Sekarini …?, apa anak putri dari wanita bernama… Kanty Sekarini ? “, tanyanya dengan hati-hati sekali… Deg…
“ Iya, benar… Bapak mengenal almarhumah Bunda saya !?!?…”, believe me… aku sungguh ingin melompat setinggi-tingginya mengekspresikan berjuta rasa yang terpendam sekian lama !!!
“ …tentu saja, dia sahabat saya…partner da’wah saya semasa kuliah dulu… mujahidah yang selalu saya rindukan karena Allah…”, Wajah Profesor serta merta berseri-seri, mata tua yang teduh itu tampak bercahaya…., namun tak lama… lalu diam…
“ maaf… almarhumah…? ”, kembali dengan sangat hati-hati dia bertanya. Aku mengangguk dalam, tapi jauh dalam hatiku, seperti tak pernah ada kematian… aku merasakan kehadiran Kanty Sekarini begitu dekat denganku saat ini… aku merasakan sebuah senyum hadir menjawab pertanyaan pria di hadapanku tadi… bukan senyum milikku… seyum seseorang yang membayar habis kerinduannya yang teramat dalam… Bunda, apakah lelaki yang ada dihadapanku ini adalah salah seorang mujahid yang pernah kau ceritakan padaku dulu…, sosok yang selalu kau rindukan dan cintai karena_Nya…?!?!
Kutarik dan lepaskan nafas perlahan…jawablah…!!!, bisik hatiku…;
“ Bapak mengenal ibu saya dengan baik…? “, tanyaku akhirnya dengan penuh harap.
“ InsyaAllah, selama dia tetap mujahidah pembela Agama Allah…, maka di belahan bumi manapun dia berpijak dia adalah Kanty Sekarini yang akan selalu saya cintai karena Allah ”, Allahu Rabbi… aku tak sanggup berkata apa-apa lagi… jantungku berdegup kencang, darahku berdesir mengalir dengan sangat cepat… lalu tiba-tiba kurasakan tubuhku kian ringan…, bibirku melukis senyum sarat arti, kemudian gelap….
—™
15 tahun yang lalu…
Lembut Bunda membelai rambut Masya kecil saat pekat malam turun bersama taburan bintang-bintang…
“ …terusin cerita tentang mujahid Palestine yang kemarin dong Bunda…!!! “, pinta si kecil…
“ Gimana kalo besok malam saja, sekarang sudah malam banget lho, ntar bangun subuhnya telat lagi, nggak asyik kan “, tawar Bunda. Masya menimbang-nimbang
“…hm, oke … kalo gitu nanya aja deh … Bunda pernah kenalan sama Mujahid,nggak…? “, tanyanya berbisik… refleks Bunda mengangguk…
“ Bunda kenalin sama Masya juga doong…!!! “, pinta si kecil lagi… bibir Bunda tersenyum demikian pula hatinya…hangat tatapan matanya terserap penuh oleh jiwa mungil yang juga tak lepas menatap keindahan sebentuk wajah di hadapannya…
“ Masya, ada mujahid di setiap zaman … suatu saat Masya akan mengetahui siapa saja orang yang pantas disebut mujahid itu…jika Masya istiqomah di jalan_Nya…InsyaAllah, Masya akan punya banyak teman mujahid-mujahid Allah…!!!”, mata Masya kecil berbinar…
”…benarkah Bunda…!!!”, dengan takjub Masya membesarkan bola matanya…
“ Ayo tidur…besok kita sambung lagi cerita tentang mujahidnya…” Kanty merapikan selimut putrinya.
“ …Bunda …”, panggil Masya pelan meminta ibunya kembali datang mendekat…erat tangan mungil itu menggenggam tangan sang Ibu .
“…Bunda pernah merindukan bertemu dengan teman Bunda yang mujahid itu…?”, bisiknya lugu… Kanty , tercenung…ntah mengapa yang keluar dari lisannya adalah serangkaian kata-kata ;
“…selalu… selama dia tetap mujahid pembela Agama Allah, di belahan bumi manapun dia berpijak, Bunda akan selalu mencintainya Karena Allah ….”, kalimat yang selalu diingat oleh Masya kecil…terekam utuh di sensor sarafnya…selalu terngiang….selalu… hingga kini…
(Pontianak 18 Februari 2003, Pukul . 03.15 dini hari…)

1 komentar:

Ayka Bunda Azka mengatakan...

nih, cerpen ditulis dengan segenap emosi...
inspired by seorang sahabat lama yang insya Allah akan senantiasa kucintai karena Allah...

Design by Blogger Templates